Sekitar satu minggu yang lalu, salah seorang sahabat saya menikah. Di Jogja.
Kesedihan mendalam saya adalah saya tidak bisa hadir untuk ikut merasakan kebahagiaan yang dia rasakan secara langsung. Meskipun tak mengurangi rasa haru saya menyaksikan dia bahagia hanya lewat foto yang dikirim teman - teman saya yang hadir.
Kesedihan mendalam yang disebabkan terbatasnya kemampuan saya, baik waktu maupun materi untuk bisa datang kembali ke kota yang hari demi hari membuat saya rindu akan kenangan yang diberikannya selama hampir sembilan tahun, Jogja. Kesedihan mendalam yang membuat saya sedikit marah saat itu, kenapa saya tidak lagi tinggal di Jogja? Kenapa saya harus bekerja keras dan pulang ke kampung halaman tapi belum bisa menikmati apa - apa? Bahkan untuk berkumpul dengan orang - orang yang saya cintai di Jogja pun saya tetap harus memikirkan dan menimbang berkali - kali. Mulai dari ongkos perjalanan, hingga perizinan ke tempat bekerja.
Kesedihan mendalam yang terjadi akibat besarnya keinginan saya untuk berangkat ke Jogja sejak lama, namun karena beberapa kendala saya harus mengurungkan niat tersebut sehingga untuk beberapa hari saya uring uringan. Perasaan sedih melanda tanpa tahu sebab. Yang saya tahu saya sedih sekali.
Sebenarnya, bukan karena satu hal itu saja yang membuat saya bersedih. Ada hal - hal lainnya yang berhubungan dengan rencana lama yang tidak kesampaian yang kebetulan lagi bertepatan dengan hari yang sama dengan hari pernikahan sahabat saya. Dan satu dua hal tersebut sukses membangkitkan kesedihan mendalam.
Malam ini, setelah seminggu berlalu, dan kesedihan tersebut telah sirna, muncul hal lain yang mungkin ketika saat itu saya tahu bersamaan akan membuat saya sedih berkali lipat. Ya, berkali lipat.
Satu hal yang mungkin harus saya syukuri, saya telat tahu. Dan satu hal juga yang mungkin harus saya sesali, kenapa saya harus tahu.
***
Hujan disini.
Ditemani hitam dan dingin.
Basah di ranjang sudah bercampur.
Mungkin sebentar lagi aku disumpah serapahi kasur.
***
Terguling, kau tahu kenapa? Ada getaran hebat yang datang tak disangka - sangka. Entah darimana. Kupikir gempa melanda, nyatanya ada yang runtuh tepat di tengah dada.
***
Hai ombak yang menggoyahkan perahuku, pergilah kau jauh!
Sudah perkasa kurakit perahu yang akan mengantarkanku ke tujuan. Sudah tenang air lautan.
Aku tak mau karam, dan tak akan karam.
Langganan:
Komentar (Atom)
