Jumat, 25 April 2014

16 April untuk kita..

16 April 22 tahun yang lalu, seorang wanita berjuang hidup dan mati untuk membantu sebuah nyawa lahir ke dunia ini. 16 April 22 tahun yang lalu, seorang lelaki menangis terharu saat untuk pertama kali mengadzankan di telinga seorang bayi kecil. 16 April 22 tahun yang lalu, sepasang suami istri tak lagi hanya sepasang suami istri, tetapi menjadi orangtua. 16 April 22 tahun yang lalu, saya menyeruak dengan tangisan kecil mencoba memberi kebahagian di tengah - tengah keluarga kecil nan sederhana itu.

Ahh, saya tak ingat lagi bagaimana moment itu terjadi. Saya bahkan tak tahu bagaimana moment itu terjadi. Yang saya tahu moment itu masih membekas dan berharga untuk lelaki dan wanita itu, terlebih untuk saya. Ya, lelaki dan wanita itu adalah Ibu dan Bapak saya. Malaikat hidup saya yang hingga detik ini tak pernah pudar cinta saya untuk mereka.

Kini, tepat ditanggal yang sama seperti 22 tahun yang lalu, 16 April, saya kembali memiliki moment yang tak terlupakan. Ketika tepat jam 12 malam saya mendengar suara dari kejauhan di ujung telpon berucap "SELAMAT ULANG TAHUN, SAYANG". Suara yang amat sangat saya rindukan. Suara yang selalu memberikan keteduhan dan ketenangan. Suara yang sudah sering terdengar bahkan ketika saya belum bisa bernafas bebas di dunia yang sebenarnya. Suara Ibu dan Bapak.

Tuhan, tak tergambarkan betapa bahagia saya telah melewati 22 tahun yang tidak mudah dengan mereka. Tak tergambarkan betapa bahagia saya berjalan sejauh ini dengan didampingi mereka. Tak tergambarkan betapa bahagia saya selalu diselipkan dalam setiap doa mereka. Tak tergambarkan bagaimana bahagia saya memiliki mereka. Tak terungkap bagaimana saya bersyukur masih diberi kesempatan hingga 22 tahun untuk bisa bersama mereka, merasakan pahit manis hidup bersama.

Tuhan, saya masih ingin merasakan 16 April yang ke 23, 24, 25 dan seterusnya bersama mereka. Saya masih ingin menikmati moment indah setiap tanggal 16 April bersama mereka.
Tuhan, terima kasih untuk semua yang indah dalam hidup saya.

Merci, Love!

Ngga ada kata yang lebih tepat untuk diucapkan selain terimakasih, thankyou, merci, xie xie, dll.

1. Ibu, terimakasih untuk puisinya. Walaupun yaah tau sendiri agak lemot dengan mengartikan sebuah puisi, tapi sangat sangat berterimakasih untuk puisi indah yang dikirim dari Bangka. Dan juga untuk kue ulang tahun yang bagus banget tapi sampe Jogja udah hancur banget. Hiks.
 


2. Bapak, terimakasih untuk doa dan ucapannya. Di tengah keterbatasan ruang dan jarak, bapak masih menyempatkan untuk mengucapkan selamat ulang tahun dan doa langsung. 

3. Adek, terimakasih untuk ucapan dan ke'kurangkerjaan'nya ngedit foto alay jaman smp-sma. Dan semua ide yang sudah dituangkan di buku 'story of my life' saya. Hahahaha.

4. Paketan selama kuliah: Damel, Fika, Sisil (diurutin sesuai abjad nama panggilan). Terimakasih untuk sudah lupa ulang tahun saya tapi akhirnya bela belain bolos kuliah dan begadang bikin kue ulang tahun di tengah - tengah jadwal kuliah yang padat merayap. Hihihi.


5. Semua sahabat yang sudah ingat dan mengucapkan selamat ulang tahun, ngga bisa disebutkan satu persatu. Wahh terharu masih diingat walau umur sudah segini. Walau kita sudah sering ngga ketemu, sudah jarang komunikasi, sudah jarang haha-hihi bareng. Saya sungguh merindukan kalian.

 


6. Abang yang lebih baik tidak disebutkan namanya (yaa pasti juga udah tau). Terimakasih yaa masih mau ngucapin dan masih mau ingat. Sedih sih udah 5 tahun terakhir kemarin ulang tahun dirayain bareng tapi tahun ini ngga bisa lagi, bahkan ketemu aja ngga. Hiks, kangen.



Well, terimakasih terbesar untuk Allah SWT yang masih mengizinkan saya menikmati semua ini. Semuanya indah, semuanya penuh cinta. Terimakasih untuk semua cinta yang kalian berikan!

Minggu, 13 April 2014

Miracle In Cell No 7 - wujud cinta seorang ayah

Tadi malam saya baru saja menonton sebuah film drama Korea yang berjudul "Miracle In Cell No 7" pinjaman teman kampus saya. Dan saya harus jujur mengatakan bahwa film ini adalah salah satu film dengan skenario terbaik yang pernah saya tonton selama ini. Film yang benar - benar menguras emosi penonton. Yaa seperti tipe saya yang mellow dan kadang sedikit lebai melibatkan emosi, saya memang lebih menyukai film dengan genre drama romantis ketimbang menonton film action thriller yang penuh dengan kesadisan.

Film ini menceritakan tentang kisah ayah dan anak. Sang anak yang sudah tidak memiliki ibu lagi hanya hidup berdua dengan sang ayah yang memiliki gangguan kecerdasan mental. Suatu hari sang ayah dituduh melakukan penculikan dan pembunuhan anak dibawah umur dan terancam mendapat hukuman mati. Kehidupan pun berubah. Sang ayah yang lugu dan tidak tahu apa - apa hidup dibalik dinding penjara, dan sang anak diluar sana terus menunggu dan berupaya menemui ayahnya. Penantian ayah dan anak untuk berkumpul kembali tersebut ternyata tidak semanis cerita di film film lainnya. Karena dibawah tekanan dan ancaman banyak pihak terhadap sang anak, sang ayah dipaksa untuk mengakui pembunuhan tersebut dan menerima hukuman mati. Pengakuan palsu sang ayah membawa mereka ke perpisahan yang sebenarnya. Sang ayah dihukum mati, demi menyelamatkan jiwa sang anak.

Bisa membayangkan adegan ini terjadi di kehidupan nyata anda?
Dari film itu saya bisa merasakan bagaimana tulusnya kasih sayang seorang ayah terhadap anaknya. Saya bisa merasakan bagaimana cinta tanpa melihat kekurangan. Saya bisa melihat bagaimana cinta bisa membuat orang jahat menjadi baik, dan orang baik menjadi jahat. Saya bisa merasakan bagaimana mereka satu sama lain berusaha untuk selalu saling menguatkan. Saya bisa merasakan cinta abadi, cinta seorang anak terhadap orangtua dan sebaliknya.

Bukan hanya sisi manis dari cinta, saya melihat dan juga merasakan bagaimana kejamnya dunia terhadap cinta. Bagaimana ternyata ketidakadilan bisa memporak porandakan cinta. Bagaimana kebencian ternyata mampu menyerang cinta.

Saya merasakan emosi yang mendalam terhadap film itu, karena saya juga pernah merasakan. Tidak sama persis, karena saya masih jauh lebih beruntung dari anak tersebut. Ya, mungkin sangat jauh lebih beruntung. Dan sudah seharusnya bersyukur, yang sering dilupakan karena terlalu sering mengeluh. Merasa paling menyedihkan, merasa paling tersakiti, dan lupa bahwa diluar sana masih banyak yang tidak seberuntung saya, masih banyak yang mengalami hal yang lebih buruk dari yang saya alami.

Miracle In Cell No 7, mengajarkan bahwa selalu ada keajaiban mengiringi cinta yang tulus. Dan saya percaya hal itu ♥♥ 


Deliver me to my father :'(


^note: Recommended banget untuk ditonton bersama keluarga
 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog