Minggu, 13 April 2014

Miracle In Cell No 7 - wujud cinta seorang ayah

Tadi malam saya baru saja menonton sebuah film drama Korea yang berjudul "Miracle In Cell No 7" pinjaman teman kampus saya. Dan saya harus jujur mengatakan bahwa film ini adalah salah satu film dengan skenario terbaik yang pernah saya tonton selama ini. Film yang benar - benar menguras emosi penonton. Yaa seperti tipe saya yang mellow dan kadang sedikit lebai melibatkan emosi, saya memang lebih menyukai film dengan genre drama romantis ketimbang menonton film action thriller yang penuh dengan kesadisan.

Film ini menceritakan tentang kisah ayah dan anak. Sang anak yang sudah tidak memiliki ibu lagi hanya hidup berdua dengan sang ayah yang memiliki gangguan kecerdasan mental. Suatu hari sang ayah dituduh melakukan penculikan dan pembunuhan anak dibawah umur dan terancam mendapat hukuman mati. Kehidupan pun berubah. Sang ayah yang lugu dan tidak tahu apa - apa hidup dibalik dinding penjara, dan sang anak diluar sana terus menunggu dan berupaya menemui ayahnya. Penantian ayah dan anak untuk berkumpul kembali tersebut ternyata tidak semanis cerita di film film lainnya. Karena dibawah tekanan dan ancaman banyak pihak terhadap sang anak, sang ayah dipaksa untuk mengakui pembunuhan tersebut dan menerima hukuman mati. Pengakuan palsu sang ayah membawa mereka ke perpisahan yang sebenarnya. Sang ayah dihukum mati, demi menyelamatkan jiwa sang anak.

Bisa membayangkan adegan ini terjadi di kehidupan nyata anda?
Dari film itu saya bisa merasakan bagaimana tulusnya kasih sayang seorang ayah terhadap anaknya. Saya bisa merasakan bagaimana cinta tanpa melihat kekurangan. Saya bisa melihat bagaimana cinta bisa membuat orang jahat menjadi baik, dan orang baik menjadi jahat. Saya bisa merasakan bagaimana mereka satu sama lain berusaha untuk selalu saling menguatkan. Saya bisa merasakan cinta abadi, cinta seorang anak terhadap orangtua dan sebaliknya.

Bukan hanya sisi manis dari cinta, saya melihat dan juga merasakan bagaimana kejamnya dunia terhadap cinta. Bagaimana ternyata ketidakadilan bisa memporak porandakan cinta. Bagaimana kebencian ternyata mampu menyerang cinta.

Saya merasakan emosi yang mendalam terhadap film itu, karena saya juga pernah merasakan. Tidak sama persis, karena saya masih jauh lebih beruntung dari anak tersebut. Ya, mungkin sangat jauh lebih beruntung. Dan sudah seharusnya bersyukur, yang sering dilupakan karena terlalu sering mengeluh. Merasa paling menyedihkan, merasa paling tersakiti, dan lupa bahwa diluar sana masih banyak yang tidak seberuntung saya, masih banyak yang mengalami hal yang lebih buruk dari yang saya alami.

Miracle In Cell No 7, mengajarkan bahwa selalu ada keajaiban mengiringi cinta yang tulus. Dan saya percaya hal itu ♥♥ 


Deliver me to my father :'(


^note: Recommended banget untuk ditonton bersama keluarga

0 komentar:

Posting Komentar

 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog