Rabu, 08 Mei 2019

Please, help..


Pernah merasa lelah? Tentu saja pernah, bukan?
            Lelah berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti lesu, tidak bertenaga. Secara umum, hal tersebut pastinya selalu dikaitkan dengan kemampuan fisik atau jasmani. Namun yang saya maksudkan kali ini bukan lelah karena terlalu banyak berolahraga atau lelah yang disebabkan padatnya aktifitas. Bukan. Lelah yang saya maksudkan tidak ada hubungannya dengan seberapa kuat kamu bisa berlari di bawah terik matahari, atau seberapa kuat kamu dapat mengangkut beban barang dengan berat berton – ton setiap harinya. Lelah yang saya maksudkan adalah seberapa kuat kamu bertahan menghadapi permasalahan dalam hidup yang tak kunjung berhenti.
            Kali ini saya akan bercerita tentang seorang kawan. Tak perlu disebut siapa namanya. Dia adalah seseorang dengan latar belakang keluarga, pendidikan dan ekonomi yang mungkin bagi banyak orang dinilai baik. Orang lain yang tidak mengenal dia akan berpikir bahwa kehidupannya mungkin juga akan menjadi kehidupan yang begitu didambakan. Tapi hal tersebut justru tidak berlaku untuk dirinya sendiri.
            Dia adalah orang yang kesepian di tengah pekerjaannya yang mengharuskan dia bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang setiap harinya. Temannya hanya segelintir, itupun tak ada yang benar – benar mengenal dengan baik.
            Meskipun memiliki pekerjaan yang cukup mapan untuk menghidupi dirinya sendiri, namun seperti sebuah kalimat yang sering kita dengar: ‘kebutuhan selalu mengikuti pendapatan’, materi yang dihasilkan tak pernah cukup. Dia tak pernah berpikir bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri, namun bekerja sebagai dedikasi untuk orang – orang terdekatnya. Mandi keringat di bawah terik matahari, tangan gemetar tak henti – henti hingga tak ada waktu untuk mencari hiburan, dia lakukan demi mencukupi kebutuhan orang – orang terdekatnya.
            Dan dia masih menjadi orang yang tak pernah dianggap keberadaannya. Hidupnya hanya sebatas omong kosong, sebuah beban, atau kotak penyimpanan yang hanya perlu diletakkan di suatu tempat bagi orang – orang yang begitu ingin dia perjuangkan. Satu waktu saya bertemu dengannya, dia adalah orang yang bersemangat dan penuh harapan. Cita – citanya banyak. Namun di lain waktu, saya bertemu dengannya yang hanya melamun dengan sorot mata kosong. Dan satu kalimat yang keluar dari bibirnya “Aku harap aku bisa mati muda”. Tak ada airmata mengalir ketika dia mengucapkan kalimat itu.
            Di hari ulang tahunnya, dia menangis sejadinya tak henti. Katanya, dia takut akan kematian namun begitu mengharapkannya. Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, baik yang berwujud maupun tak berwujud memiliki batasnya masing – masing, bukan? Karena itulah tak jarang dia berfikir mungkin kemampuannya sudah mendekati batas untuk pada akhirnya menyerah. Lelah. Lelah karena merasa berkali – kali menjadi orang gagal. Lelah karena merasa tidak berguna dan berarti untuk orang lain. Lelah karena merasa sendiri dan kesepian. Lelah karena merasa ternyata usianya bertambah untuk menerima dan menghadapi kegagalan – kegagalan dan ketidakbergunaan berikutnya.
            Pada beberapa fase kehidupan pribadinya, dia pernah melewati banyak kejadian ‘ditinggalkan’ oleh beberapa orang hingga membuat dia begitu terpuruk. Kalimat – kalimat berikutnya yang menyusul untuk didengarkan adalah bahwa orang – orang yang begitu dia gantungkan harapannya pun mengatakan bahwa mereka siap meninggalkan dia kapan saja. Lagi – lagi kehidupan hanya sebatas ditinggalkan dan meninggalkan baginya.
            Jika rasanya ditinggalkan sudah tidak asing baginya, kali ini dia begitu berharap bisa meninggalkan. Dan seperti yang diduga, ‘meninggalkan’ versi dia bukanlah hal yang sederhana. Karena saya tahu betul dia tidak pernah bisa melakukan hal yang menjadi barometer meninggalkan bagi banyak orang pada umumnya, termasuk mereka yang membuat dia merasa keberadaannya tidak berarti. Dia tidak bisa memutuskan hubungan, menutup pintu silaturahmi dan komunikasi, atau bahkan membenci orang – orang yang begitu dia sayangi.
            Apakah dia kecewa pada semua orang? Tidak. Yang saya lihat dia justru membenci dirinya sendiri yang tidak pernah dianggap ada. Oleh banyak orang dia dianggap memiliki kedudukan yang baik, tapi oleh orang terdekatnya dia tak lebih dari manusia yang hanya sekedar hidup. Karena itu pula berkali – kali dia berharap bahwa bunuh diri merupakan jalan keluar satu – satunya.
            Mengerikan? Atau memalukan?
            Saya pernah bertanya.
            “Apa yang kamu pikirkan ketika kamu berharap mati?”
            “Mereka berbahagia dengan ketidakhadiranku,”
            “Kalau ternyata pikiranmu salah dan mereka tidak berbahagia setelah kematianmu?”
            Dia terdiam sebelum kemudian menjawab, “Mungkin aku akan sekarat dan mati untuk kedua kalinya.”
          Yang saya tahu, dia pernah menjadi sosok yang begitu tangguh meski bercucuran airmata. Karena itu ada nyeri yang menjalar di hati saya ketika mendengar dia begitu putus asa di tengah harapan – harapan yang masih dia genggam erat. Saya tahu, pikirannya pasti berkecamuk. Menjadi seseorang yang begitu penuh harapan tapi tak pernah diharapkan itu bukanlah hal mudah. Dan hal tersebut menyerang pikirannya setiap hari.
            Dia butuh pertolongan walau saya juga tidak tahu bagaimana caranya. Saya takut, menolongnya karena rasa iba akan membuat dia semakin tersungkur. Tapi dia sungguh butuh pertolongan. Dan satu – satunya yang bisa saya lakukan hanya membuatnya tidak semakin merasa lelah akan kehidupannya.
            Let me know, siapapun juga yang sekiranya tahu apa yang bisa kita lakukan kepada manusia – manusia seperti teman saya. Dia hanyalah salah satu dari sekian banyak orang di dunia yang merasakan hal seperti itu. Dan semoga apa pun yang bisa kita lakukan berdampak baik untuk dia dan orang di sekelilingnya.

Selasa, 07 Mei 2019


Kemana manusia berlari?
Di depan, pintu terkunci rapat
Di belakang, dinding berlapis tombak menganga lebar
Di kiri, gulungan ombak raksasa menari
Di kanan, kobaran api tertawa
Kemana manusia berlari?
Pijakan siap runtuh.
Tak ada arti berjingkat
Apalagi berdiri angkuh.


 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog