Jumat, 01 April 2022

Cinta Kami..

Assalamualaikum anakku, yang kini sudah pintar menendang - nendang perut Ibu. Yang kini sudah pintar bermain pura - pura tidur dengan Ayah. Ketahuilah Ibu dan Ayah sungguh mencintaimu. Jauuuh sebelum kita bisa bertemu.

Setiap malam, Ayah selalu memegang perut Ibu selama tidur untuk menjaga kamu. Bahkan kalau kamu bergerak sedikit saja, Ayah bisa terbangun sendiri. Padahal, Ayah itu orang yang paling susah dibangunkan ketika tidur.

Beberapa bulan yang lalu, saat kamu baru hadir di rahim Ibu, Ibu bisa muntah hanya dengan mencium bau masakan dan bumbu. Padahal, Ibu sangat suka memasak dan berkutat dengan bumbu.

Anakku, kehadiranmu membuat kami sadar bahwa ketidakmungkinan bisa menjadi mungkin. Keraguan bisa terpatahkan. Cinta bisa mengubah banyak hal.

Bertumbuhlah sebagaimana mestinya, Anakku. Ibu dan Ayah akan selalu mendampingi dan mengasihimu. Sungguh, kami begitu mencintaimu. Tak terungkap lewat kata-kata.

Sabtu, 30 Oktober 2021

Aku dan Kamu

Aku tidak tahu sejak kapan nama kita dipasangkan di Lauh Mahfudz Nya.

Aku tidak tahu sejak kapan hati kita ditautkan agar tak terpisah lagi.

Yang aku tahu sejak bertahun-tahun lalu selalu ada malam yang dipenuhi namamu kurengekkan kepadaNya agar selalu dijaga untukku.

Bertahun-tahun lalu, "Nanti, tunggu" jawabNya.

Tahun berikutnya, "Belum" jawabNya.

Tahun lalu, "Sabar" jawabNya.

Kemarin, "Sabar, sebentar lagi" jawabNya.

Hari ini, Dia jawab semuanya.


Tak pernah langsung dikabulkan permintaanku, sekalipun wajahku sembab dan sajadahku basah menampung air dari mataku.

Tak pernah pula aku berhenti merengek menunjukkan betapa cengengnya aku di hadapanNya ketika yang lain tidur merangkai mimpi dan bersiap untuk esok hari.


Dia tak pernah berhenti menilai terbaikkah aku untukmu dan terbaikkah kamu untukku.

Dia pula tak pernah lupa namamu.

Dan tak akan pernah lupa, karena sepanjang sisa hidupku namamu tak kan pernah luput dalam doa malamku.

Dia mencintaiku.

Dia mencintaimu.

Dia juga yang menjaga kita selalu saling mencintai.

Dan Dia pula yang akan tetap mempersatukan kita di surgaNya nanti.

Rabu, 09 Juni 2021

Berlabuh

Hampir saja kututup dermaga

Melihat kapalmu tak kunjung datang

Hampir saja kubiarkan kapal mana saja berlabuh sebelum kututup dermaga


Dari jauh layarmu terkembang melambai

Kupikir kapalmu tak selamat dihantam badai

Atau tak lagi tahu arah jalan pulang


Nyatanya kapalmu berlabuh meski dengan susah payah

Semesta menepati janji 

Dermaga ini hanya milik kapalmu

Dan kapalmu hanya dapat berlabuh di dermagaku


Kini dermaga sudah tutup

Dan pelayaran sudah henti.

Minggu, 13 September 2020

Surat untuk Tedy Febriyadi

Hai Tedy.. Aneh ya? Oke, diulang. Hai Teted.. Sekarang sudah tidak aneh, ya? 😊😊


Teted, yang sudah berhasil membuat Teteh menulis lagi di blog ini, Teteh ingin katakan sesuatu.


Tapi sebelumnya Teteh ingin bercerita seperti biasa kita curhat berdua.

Masih ingat awal mula kita bertemu? Iya, saat hari MOS pertama dan kita duduk sebangku. Kita yang cupu dan takut dengan kakak kelas hanya berani bicara bisik - bisik di sela - sela suara kakak kelas yang menggelegar. Tapi setelahnya, Teteh justru kaget begitu tahu suara Teted tidak kalah menggelegar. Hahahaha.

Ted, kenangan SMA kita mungkin tidak banyak. Teteh hanya ingat Teted sebagai penghibur dari kelas ke kelas. Jam kosong jadi penuh hiburan kalau Teted sudah 'konser' dengan tarian Jumek dan peragaan pramugari style ala Teted.

Selain itu, Teteh hanya ingat Teted sebagai 'penyambung' antara Teteh dan Bibi. Tapi biasanya Teted lebih sering mengompori kan setelah Teteh curhat? Hehehe.

Berbicara tentang Bibi, dia begitu kehilangan kamu Ted. Teteh juga. Tapi Teteh tahu, Bibi jauh lebih merasa kehilangan sosok Teted. Mengingat berapa banyak kenangan dan keterikatan yang sudah kalian miliki sejak kecil. Bibi kesal Teted tidak cerita bahwa Teted sakit. Teteh pun sama. Tapi sudahlah, kami tetap mendoakanmu. Yang penting sekarang Teted tidak sakit lagi. 😊😊

Teted, Teteh ingin cerita yang happy - happy saja ya.

Masih ingat tidak, tahun pertama merantau dan Teted berkunjung ke Jogja saat bulan puasa? Kita buka puasa di Pizza Hut lalu jalan - jalan ke tugu. Teteh masih simpan fotonya loh.

Ingat juga tidak, saat Teted ke Jogja untuk cari kuliah, Teteh cari penginapan untuk Teted yang dekat dengan kos Teteh biar kita bisa gampang ketemu? Teted jalan kaki ke kos Teteh, kita makan di burjo berdua, cari ronde sampai ke Kaliurang, karaokean sambil nangis, dan keliling Jogja naik motor. Teteh temani Teted daftar kuliah dan belajar. Waktu itu Teted bilang, "Teted harus jadi dokter,". 

Teted juga temani Teteh saat Teteh sedih, selalu bilang "Jangan nangis, Teh" lalu Teted ikut menangis. Lalu Teteh akan tertawa lagi kalau Teteh bilang, "Joget Jumek dulu" dan Teted langsung joget dengan wajah sebal. Hahahaha.

Oh iya Ted, Adik Teteh pun masih ingat momen kita jalan - jalan ke pantai berempat dengan Bibi. Ibu Teteh masih ingat Teted izin mengantongi nastar dengan tissue setelah pulang dari rumah Teteh. Mereka semua mengenang Teted sebagai sosok yang membawa kebahagiaan.

Teteh juga masih ingat Teted datang malam - malam ke kontrakan Teteh untuk jemput Teteh jalan - jalan dengan Bibi saat Teted baru dibelikan mobil. Waktu itu Teteh dan Bibi bilang "Ah Teted cuma mau pamer mobil baru". Tapi Teted hanya senyum - senyum.

Teted, maafkan Teteh dan Bibi ya. Maafkan kami yang seringkali keras ke Teted. Maafkan kami yang sering mengomeli Teted. Maafkan kami juga yang sering merepotkan Teted. Itu semua karena kami sayang Teted.

Teted, maafkan kami yang mungkin kemarin tidak menyadari dibalik keceriaan Teted banyak kesulitan yang Teted alami. Tapi Teted sudah bertahan hingga sejauh ini. Maafkan kami yang tidak dapat menghibur Teted ketika Teted butuh penghiburan pula.

Tetedku sayang, yang hingga detik ini masih menguras airmata Teteh, terimakasih atas segala kebaikan, penghiburan dan pelajaran yang sudah Teted berikan untuk kami semasa hidup hingga kini Teted sudah pergi untuk selamanya.

Meskipun kita sering sebal - sebalan, tidak mengurangi sayang Teteh ke Teted. Percakapan terakhir kita saat Teted minta didoakan untuk ujian akhir profesi, sejujurnya membuat Teteh amat sedih ketika Teteh baca lagi. Kita belum sempat jadi teman sejawat, tapi Teted sudah pergi. Sedikit lagi loh padahal. 😢

Teted, beristirahatlah dengan tenang ya. Teteh dan Bibi antarkan Teted ke rumah abadi Teted. Tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Tak ada kesedihan yang perlu ditutupi lagi. Tempat Teted kini jauh lebih baik karena Teted orang baik.

Teteh tidak akan pernah melupakan Teted. Kalau dulu tiap bertemu Teted selalu bilang "Kangen Teteh dan Bibi", sekarang kami yang akan selalu bilang "Kangen Teted".

Rasanya terlalu cepat Teted pergi meninggalkan kita semua. Kita menyayangi Teted, tapi Allah lebih sayang Teted. Sampai kita bertemu di surga ya, Ted. Kita akan bercerita lagi banyak hal yang belum sempat kita ceritakan di waktu - waktu terakhir. Kita akan bercerita dari A - Z tentang apa - apa saja yang terjadi dalam hidup kita.

Tetedku sayang, selamat jalan.. Kami mencintaimu dan mulai merindukanmu. ❤️❤️😢😢

Jumat, 22 Mei 2020

Di malam yang kian tak jelas ini, saya sadar saya seorang yang tak berani dalam banyak hal. Satu - satunya keberanian yang saya miliki adalah bertemu kematian.

Sabtu, 22 Juni 2019

Sekitar satu minggu yang lalu, salah seorang sahabat saya menikah. Di Jogja.
Kesedihan mendalam saya adalah saya tidak bisa hadir untuk ikut merasakan kebahagiaan yang dia rasakan secara langsung. Meskipun tak mengurangi rasa haru saya menyaksikan dia bahagia hanya lewat foto yang dikirim teman - teman saya yang hadir.
Kesedihan mendalam yang disebabkan terbatasnya kemampuan saya, baik waktu maupun materi untuk bisa datang kembali ke kota yang hari demi hari membuat saya rindu akan kenangan yang diberikannya selama hampir sembilan tahun, Jogja. Kesedihan mendalam yang membuat saya sedikit marah saat itu, kenapa saya tidak lagi tinggal di Jogja? Kenapa saya harus bekerja keras dan pulang ke kampung halaman tapi belum bisa menikmati apa - apa? Bahkan untuk berkumpul dengan orang - orang yang saya cintai di Jogja pun saya tetap harus memikirkan dan menimbang berkali - kali. Mulai dari ongkos perjalanan, hingga perizinan ke tempat bekerja.
Kesedihan mendalam yang terjadi akibat besarnya keinginan saya untuk berangkat ke Jogja sejak lama, namun karena beberapa kendala saya harus mengurungkan niat tersebut sehingga untuk beberapa hari saya uring uringan. Perasaan sedih melanda tanpa tahu sebab. Yang saya tahu saya sedih sekali.
Sebenarnya, bukan karena satu hal itu saja yang membuat saya bersedih. Ada hal - hal lainnya yang berhubungan dengan rencana lama yang tidak kesampaian yang kebetulan lagi bertepatan dengan hari yang sama dengan hari pernikahan sahabat saya. Dan satu dua hal tersebut sukses membangkitkan kesedihan mendalam.
Malam ini, setelah seminggu berlalu, dan kesedihan tersebut telah sirna, muncul hal lain yang mungkin ketika saat itu saya tahu bersamaan akan membuat saya sedih berkali lipat. Ya, berkali lipat.
Satu hal yang mungkin harus saya syukuri, saya telat tahu. Dan satu hal juga yang mungkin harus saya sesali, kenapa saya harus tahu.

***

Hujan disini.
Ditemani hitam dan dingin.

Basah di ranjang sudah bercampur.
Mungkin sebentar lagi aku disumpah serapahi kasur.

***

Terguling, kau tahu kenapa? Ada getaran hebat yang datang tak disangka - sangka. Entah darimana. Kupikir gempa melanda, nyatanya ada yang runtuh tepat di tengah dada.

***

Hai ombak yang menggoyahkan perahuku, pergilah kau jauh!
Sudah perkasa kurakit perahu yang akan mengantarkanku ke tujuan. Sudah tenang air lautan.
Aku tak mau karam, dan tak akan karam.

Rabu, 08 Mei 2019

Please, help..


Pernah merasa lelah? Tentu saja pernah, bukan?
            Lelah berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti lesu, tidak bertenaga. Secara umum, hal tersebut pastinya selalu dikaitkan dengan kemampuan fisik atau jasmani. Namun yang saya maksudkan kali ini bukan lelah karena terlalu banyak berolahraga atau lelah yang disebabkan padatnya aktifitas. Bukan. Lelah yang saya maksudkan tidak ada hubungannya dengan seberapa kuat kamu bisa berlari di bawah terik matahari, atau seberapa kuat kamu dapat mengangkut beban barang dengan berat berton – ton setiap harinya. Lelah yang saya maksudkan adalah seberapa kuat kamu bertahan menghadapi permasalahan dalam hidup yang tak kunjung berhenti.
            Kali ini saya akan bercerita tentang seorang kawan. Tak perlu disebut siapa namanya. Dia adalah seseorang dengan latar belakang keluarga, pendidikan dan ekonomi yang mungkin bagi banyak orang dinilai baik. Orang lain yang tidak mengenal dia akan berpikir bahwa kehidupannya mungkin juga akan menjadi kehidupan yang begitu didambakan. Tapi hal tersebut justru tidak berlaku untuk dirinya sendiri.
            Dia adalah orang yang kesepian di tengah pekerjaannya yang mengharuskan dia bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang setiap harinya. Temannya hanya segelintir, itupun tak ada yang benar – benar mengenal dengan baik.
            Meskipun memiliki pekerjaan yang cukup mapan untuk menghidupi dirinya sendiri, namun seperti sebuah kalimat yang sering kita dengar: ‘kebutuhan selalu mengikuti pendapatan’, materi yang dihasilkan tak pernah cukup. Dia tak pernah berpikir bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri, namun bekerja sebagai dedikasi untuk orang – orang terdekatnya. Mandi keringat di bawah terik matahari, tangan gemetar tak henti – henti hingga tak ada waktu untuk mencari hiburan, dia lakukan demi mencukupi kebutuhan orang – orang terdekatnya.
            Dan dia masih menjadi orang yang tak pernah dianggap keberadaannya. Hidupnya hanya sebatas omong kosong, sebuah beban, atau kotak penyimpanan yang hanya perlu diletakkan di suatu tempat bagi orang – orang yang begitu ingin dia perjuangkan. Satu waktu saya bertemu dengannya, dia adalah orang yang bersemangat dan penuh harapan. Cita – citanya banyak. Namun di lain waktu, saya bertemu dengannya yang hanya melamun dengan sorot mata kosong. Dan satu kalimat yang keluar dari bibirnya “Aku harap aku bisa mati muda”. Tak ada airmata mengalir ketika dia mengucapkan kalimat itu.
            Di hari ulang tahunnya, dia menangis sejadinya tak henti. Katanya, dia takut akan kematian namun begitu mengharapkannya. Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, baik yang berwujud maupun tak berwujud memiliki batasnya masing – masing, bukan? Karena itulah tak jarang dia berfikir mungkin kemampuannya sudah mendekati batas untuk pada akhirnya menyerah. Lelah. Lelah karena merasa berkali – kali menjadi orang gagal. Lelah karena merasa tidak berguna dan berarti untuk orang lain. Lelah karena merasa sendiri dan kesepian. Lelah karena merasa ternyata usianya bertambah untuk menerima dan menghadapi kegagalan – kegagalan dan ketidakbergunaan berikutnya.
            Pada beberapa fase kehidupan pribadinya, dia pernah melewati banyak kejadian ‘ditinggalkan’ oleh beberapa orang hingga membuat dia begitu terpuruk. Kalimat – kalimat berikutnya yang menyusul untuk didengarkan adalah bahwa orang – orang yang begitu dia gantungkan harapannya pun mengatakan bahwa mereka siap meninggalkan dia kapan saja. Lagi – lagi kehidupan hanya sebatas ditinggalkan dan meninggalkan baginya.
            Jika rasanya ditinggalkan sudah tidak asing baginya, kali ini dia begitu berharap bisa meninggalkan. Dan seperti yang diduga, ‘meninggalkan’ versi dia bukanlah hal yang sederhana. Karena saya tahu betul dia tidak pernah bisa melakukan hal yang menjadi barometer meninggalkan bagi banyak orang pada umumnya, termasuk mereka yang membuat dia merasa keberadaannya tidak berarti. Dia tidak bisa memutuskan hubungan, menutup pintu silaturahmi dan komunikasi, atau bahkan membenci orang – orang yang begitu dia sayangi.
            Apakah dia kecewa pada semua orang? Tidak. Yang saya lihat dia justru membenci dirinya sendiri yang tidak pernah dianggap ada. Oleh banyak orang dia dianggap memiliki kedudukan yang baik, tapi oleh orang terdekatnya dia tak lebih dari manusia yang hanya sekedar hidup. Karena itu pula berkali – kali dia berharap bahwa bunuh diri merupakan jalan keluar satu – satunya.
            Mengerikan? Atau memalukan?
            Saya pernah bertanya.
            “Apa yang kamu pikirkan ketika kamu berharap mati?”
            “Mereka berbahagia dengan ketidakhadiranku,”
            “Kalau ternyata pikiranmu salah dan mereka tidak berbahagia setelah kematianmu?”
            Dia terdiam sebelum kemudian menjawab, “Mungkin aku akan sekarat dan mati untuk kedua kalinya.”
          Yang saya tahu, dia pernah menjadi sosok yang begitu tangguh meski bercucuran airmata. Karena itu ada nyeri yang menjalar di hati saya ketika mendengar dia begitu putus asa di tengah harapan – harapan yang masih dia genggam erat. Saya tahu, pikirannya pasti berkecamuk. Menjadi seseorang yang begitu penuh harapan tapi tak pernah diharapkan itu bukanlah hal mudah. Dan hal tersebut menyerang pikirannya setiap hari.
            Dia butuh pertolongan walau saya juga tidak tahu bagaimana caranya. Saya takut, menolongnya karena rasa iba akan membuat dia semakin tersungkur. Tapi dia sungguh butuh pertolongan. Dan satu – satunya yang bisa saya lakukan hanya membuatnya tidak semakin merasa lelah akan kehidupannya.
            Let me know, siapapun juga yang sekiranya tahu apa yang bisa kita lakukan kepada manusia – manusia seperti teman saya. Dia hanyalah salah satu dari sekian banyak orang di dunia yang merasakan hal seperti itu. Dan semoga apa pun yang bisa kita lakukan berdampak baik untuk dia dan orang di sekelilingnya.
 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog