Depresi. Beberapa waktu lalu
dunia entertainment sempat dihebohkan dengan berita meninggalnya salah satu
artis papan atas asal negeri Korea karena bunuh diri. Dari banyaknya berita
yang beredar, korban sudah mengidap depresi mendalam yang cukup lama. Dan bunuh
diri, merupakan pilihan terakhir yang diambil korban karena ketidaksanggupannya
bertahan melawan depresi yang dia rasakan.
Saya tidak cukup tahu banyak
tentang apa itu depresi. Dan depresi bagaimana yang diderita korban selama ini.
Tapi dari yang saya baca di berita – berita nasional, jelas dari keseharian
korban dan begitu banyaknya penampilan korban tidak menunjukkan gelagat seperti
orang depresi parah, cenderung bahagia. Bagaimana tidak, hidup dengan harta
melimpah, menjadi pujaan dan dielu – elukan banyak penggemar, rasanya seperti life goals untuk banyak orang. Sehingga,
kecil kemungkinan hidup yang serba enak seperti itu justru menimbulkan depresi.
Setidaknya begitulah yang banyak orang pikirkan.
Depresi selalu dikaitkan dengan
sifat putus asa dan tidak percaya diri. Menurut saya, hampir setiap orang pernah
melalui fase tersebut. Pernahkah kamu merasa sangat tidak berharga? Pernahkah
kamu menyalahkan diri sendiri atas banyaknya waktu sulit yang kamu lewati? Atau
pernahkah kamu merasa dunia mungkin jauh lebih baik tanpa kehadiranmu? Ya, mereka
yang depresi pernah merasakan itu.
Dari surat terakhir yang beredar,
si artis Korea yang bunuh diri beberapa waktu lalu dapat dipahami bahwa dia
merasa kesepian. Dan tidak ada orang yang menyadari itu. Apa yang disaksikan di
dunia maya tak serta merta mewakili apa yang sedang terjadi di dunia nyata.
Jika seseorang terlihat tertawa bahagia dalam setiap unggahan di dunia maya,
tidak lantas menyiratkan bahwa dia tidak sedang memiliki masalah di dunia
nyata.
Saya amat sering bertemu dengan
orang yang merasa dirinya lebih hidup pada dunia maya daripada dunia nyata.
Memang tidak salah, tapi bagi saya akan jauh lebih baik jika kita benar – benar
menikmati hidup di dunia yang sesungguhnya. Dunia maya jangan dijadikan
panggung, dimana kita harus selalu menggunakan topeng untuk menutupi diri kita
yang sesungguhnya. Melakukan apa yang menurut orang lain baik, walau mungkin
sesungguhnya tidak baik untuk diri kita sendiri. Perlahan kita akan kehilangan
jati diri.
Depresi menurut saya bisa berawal
dari hal sepele semacam itu. Seperti pada kasus artis Korea diatas, depresi
berkepanjangan yang korban derita tertutupi dengan baik selama ini. Tidak ada
yang menyadari, karena korban sebagai publik figur dituntut untuk selalu
terlihat baik – baik saja. Bahaya. Bukan hanya terjadi pada publik figur.
Umumnya setiap orang memang selalu dituntut untuk terlihat baik – baik saja.
Bersyukurlah bagi orang – orang yang ekspresif, selalu meluapkan emosi yang
dirasakan. Karena tidak sedikit orang yang tidak cakap menyampaikan emosi
sehingga memendam sendiri yang berakhir depresi. Tidak sedikit orang yang tertawa di depan banyak orang tetapi menangis sesenggukan ketika mereka sedang sendiri.
Kita, memang tidak selalu
menyadari apakah orang yang ada di sekeliling kita benar baik – baik saja atau
justru mereka sedang berusaha menutupi apa yang mereka rasakan. Satu hal yang
pasti, menjadi depresi bukan pula keinginan mereka. Putus asa bukanlah hal
mudah yang mereka rasakan. Tidak berharga bukanlah perasaan sederhana yang
dapat diselesaikan dengan hanya tanpa bicara. Bunuh diri mungkin jadi hal
tercepat yang terlintas di benak mereka yang depresi. Tidak membebani. Tidak
merasakan sakit lagi. Tidak ketakutan setiap hari.
Setidaknya bila kita mulai
mengkhawatirkan hal semacam depresi menghampiri orang terdekat kita, jangan
hanya diam saja. Berdirilah di sampingnya dan rangkullah, orang depresi
terkadang sering mencari tahu arti keberadaannya. Paling tidak kita bisa
meyakinkan bahwa dia tidak sendiri. Bukan justru ditinggal sendiri. Jangan biarkan dia terlambat menyadari bahwa
dia bisa benar – benar baik – baik saja. Mereka yang depresi bertarung dengan
waktu berusaha melawan atau terseret semakin dalam. Maka, tolonglah sebisamu.

0 komentar:
Posting Komentar