Senin, 25 Juni 2018

Tentang Hidup


Selalu ada fase dimana kamu harus berhadapan dengan pilihan yang akan menentukan bagaimana kehidupanmu nanti untuk rentang waktu yang panjang. Seperti saat ini. Saya pikir saya sudah cukup melewati itu kemarin, tapi ternyata belum selesai.
Setelah lulus, yang dilakukan hampir semua orang adalah mencari kerja. Tidak terkecuali saya. Beberapa bulan yang lalu, saya cukup kebingungan menentukan mau cari kerja dimana setelah lulus? Masih mau stay di Jogja, pulang ke kampung halaman atau justru mencari pengalaman baru pindah ke kota lainnya. Dari sebelum lulus, saya sudah mencari – cari info mengenai lowongan pekerjaan di banyak tempat. Tanya saudara, tanya teman yang sudah lulus juga, tanya kerabat teman, tanya di internet dan masih banyak lagi. Kenyataannya sampai waktunya tiba saya masih bingung juga.
Dua hari pasca ujian akhir UKMP2DG, saya dihubungi salah seorang teman untuk bisa menggantikan dia praktek di salah satu klinik gigi di Jogja. Kebetulan saat itu dia akan cuti melahirkan, jadi butuh dokter gigi pengganti di klinik. Tawaran teman saya langsung saya terima, tanpa memikirkan seberapa besar gaji yang akan saya dapatkan dan seberapa jauh lokasinya dari tempat tinggal saya. Saat itu saya berpikir, daripada menganggur menunggu pengumuman dan sumpah tidak ada salahnya saya terima tawaran ini untuk mengisi waktu dan mencari kenalan baru. Syukur – syukur bisa menambah penghasilan untuk uang jajan. Maka seminggu setelah ujian akhir saya langsung bekerja. Padahal dulu saya berkeinginan ketika lulus saya mau liburan dulu, istirahat sebentar sebelum mulai kerja keras cari uang. Tapi beban dan tanggungjawab ke orangtua mematahkan keinginan untuk bersantai – santai buang waktu. Saya merasa saya justru dikejar – kejar waktu. Bagaimana menunjukkan ke orangtua bahwa inilah hasil kerja keras kalian selama ini, saya sampai pada titik ini dan kini kalian tidak perlu khawatir dan bekerja lebih keras lagi. Sudah saatnya giliran saya yang bekerja keras untuk kalian, untuk masa – masa tua kalian.
Saya bekerja dengan penghasilan yang tidak bisa dibilang besar, pas pasan. Pas untuk isi bensin dan saat itu pas untuk mengurus administrasi pendaftaran Serkom, STR dan tetek bengek lainnya. Iya, saya masih membebankan orangtua untuk keperluan biaya hidup sehari – hari. Padahal saya bekerja.
Sejak itu saya berencana menyusun strategi baru. Mencari pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Paling tidak pekerjaan yang membuat saya tidak perlu membebankan orangtua lagi dan syukur – syukur bisa menabung juga. Dengan banyak pertimbangan dan pemikiran pada saat itu, maka saya putuskan mencari lowongan pekerjaan lain dan menetap di Jogja untuk waktu yang belum bisa ditentukan seberapa lamanya. Setelah apply lamaran kesana kesini akhirnya saya menerima panggilan. Singkat cerita saya diterima di sebuah klinik gigi yang sudah cukup mempunyai nama di Jogja.
Namun seperti yang terjadi pada fresh graduate lainnya, tentu saya juga tidak bisa berharap atau mempunyai ekspektasi tinggi ketika bekerja di sebuah tempat. Bahwa kehidupan menjanjikan kemudahan dan keberlimpahan. Apalagi pengalaman kerja saya masih dibilang baru. Penghasilan saya di tempat kerja baru cukup untuk sendiri, memang lebih baik dari sebelumnya. Tapi beberapa masalah muncul, mungkin masalah yang tidak terpikirkan sebelumnya ketika saya memutuskan untuk tetap bekerja di Jogja. Sehingga beberapa tawaran pekerjaan di luar sana terlihat begitu mengundang.
Bukan, bukan semata – mata karena faktor ekonomi meskipun pada akhirnya pertimbangan ekonomi jadi salah satu yang tak bisa dihindari. Ada beberapa hal lain yang membuat saya akhirnya mau tidak mau harus mempertimbangkan tawaran lainnya untuk pindah. Meskipun harus diakui bahwa banyak dari tawaran tersebut tidak sejalan dengan keinginan dan harapan saya. Terkadang, yang kehidupan tawarkan tidak selalu sesuai dengan apa yang kita harapkan bukan? Ya, kurang lebih seperti itulah.
Saya tidak bisa menjelaskan secara detail apa saja masalah yang akhirnya membuat saya berpikir ulang untuk keputusan berat seperti saat ini. Pada akhirnya saya kembali ke titik ini. Berada di persimpangan untuk memutuskan dengan sangat hati – hati sekali, merencanakan dengan sangat matang sekali, menyiapkan cadangan jika lagi – lagi kehidupan tidak berjalan sesuai yang diharapkan atau direncanakan. Hidup memberikan kita pilihan; jalani atau tinggalkan. Namun tidak memberikan kita pilihan; yang kita sukai dan tidak kita sukai.
Hingga pada satu waktu saya bertanya pada diri sendiri “Apa yang saya cari dalam hidup ini?”. Lalu saya jawab “Bahagia.” Jawaban klasik. Tapi bahagia dalam bentuk seperti apa saya tidak pernah tahu. Saya pernah berpikir bahwa bahagia hanya tentang diri saya sendiri. Jujur terhadap diri sendiri tentang apa yang saya inginkan, tidak perlu mempertimbangkan orang lain apalagi berusaha menjadi orang lain. Saya tidak perlu memikirkan berapa sisa uang di dompet hari ini, bukan karena hidup saya yang serba berkecukupan, tapi karena saya percaya hidup bukan hanya melulu tentang materi. Saya tidak perlu memikirkan bagaimana orang lain berpikir atau berpendapat tentang saya, karena saya yang paling tahu apa yang saya pikirkan dan rasakan sendiri. Saya tidak perlu memenuhi ekspektasi orang lain terhadap saya, karena saya punya ekspektasi sendiri mengenai hidup yang akan saya jalani. Meskipun semuanya harus dibayar dengan cap ‘egois’.
Nyatanya, kehidupan tak melulu seperti itu. Kamu harus memikirkan berapa sisa uang di dompet agar bisa makan dan tidak mati. Kamu harus memikirkan kehidupan orang lain juga yang mungkin berpengaruh atas kehadiran atau ketidakhadiranmu. Hidup mengharuskan kamu mempertimbangkan itu semua walau sebenarnya kamu berusaha untuk tidak peduli. Maka saya kembali berada pada titik ini, fase ini. Memikirkan dan mempertimbangkan banyak hal untuk mengambil keputusan dalam hidup saya yang mungkin saja berlaku untuk jangka panjang, seumur hidup mungkin. Realistis kata orang, tapi bagi saya mengenyampingkan hati kecil. Dan saya tidak tahu mana yang benar yang harus saya lakukan.
Kalau kamu? Pernahkah berada pada fase seperti ini? Apa yang kamu lakukan? Hidup realistis atau tetap mengikuti keinginan hati kecil?

0 komentar:

Posting Komentar

 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog