Time spent with cats is never wasted (Sigmund Freud)
Perkenalkan, saya pecinta kucing.
Yang sudah lama kenal saya (dari
kecil atau remaja) mungkin akan tertawa. Dulu saya phobia sekali dengan kucing.
Kalau lihat kucing berjalan mendekati saya, saya sudah mulai pasang kuda – kuda
akan berperang. Kalau kaki saya tersentuh bulu atau ekor kucing yang tidak
sengaja lewat, maka saya akan berteriak sambil melompat – lompat seperti orang
yang tidak sengaja menginjak ular cobra. Ketakutan.
Waktu kecil saya pernah diajak
Ibu berkunjung ke rumah salah seorang temannya. Saya duduk di sofa dengan
nyaman ketika seekor kucing lewat tidak jauh dari kaki saya. Secara spontan
saya langsung teriak dan berdiri di atas sofa. Ibu sambil marah dan malu
menyuruh saya turun dari sofa, tapi saya kekeuh sambil menangis tidak mau turun
sampai kucing itu tidak terlihat lagi di hadapan saya. Akhirnya tidak lama dari
itu Ibu langsung mengajak pulang. Hahahaha.
Pernah juga sewaktu SMP ada teman
yang usil melempari saya dengan anak kucing di pangkuan saat sedang istirahat
di kelas. Saya refleks menarik baju teman saya yang ada di sebelah hingga kusut
sambil menangis dan membeku di tempat. Tidak berani bergerak dan anak kucingnya
tiduran santai di pangkuan saya.
Itu sedikit kenangan buruk saya
dengan kucing sewaktu masih phobia.
Sekarang? Wah jangan ditanya.
Saya menangis bukan karena didekati kucing, tapi karena kucing saya mati.
Bingung juga kenapa sekarang saya jadi cinta banget kucing. Yang saya tahu
hanya saat itu di bulan Ramadhan, malam – malam sehabis tarawih ada seekor anak
kucing yang mengeong – ngeong di depan pintu rumah. Sepertinya sedang kelaparan
dan kedinginan. Oleh karena Ibu saya yang memang dari dulu suka kucing, beliau
tidak tega dan akhirnya kasih makan si anak kucing. Keesokan harinya anak
kucing itu datang lagi, minta makan mungkin. Masih dengan rasa kasihan Ibu
kasih makan lagi, sembari saya hanya berani melihat dari jauh saja. Hampir
setiap hari anak kucing itu datang ke rumah, sehingga perlahan saya pun mulai
kasihan dan penasaran. Berawal dari mulai memberanikan diri untuk mendekat,
mengelus – elus, hingga akhirnya saya berani menggendong walau masih sedikit
takut. Anak kucing itu akhirnya kami pelihara dan diberi nama Mongji.
Karena Mongji lah saya akhirnya
tidak phobia kucing lagi. Karena Mongji lah saya akhirnya menyukai kucing.
Karena Mongji lah saya akhirnya berani memelihara kucing lainnya. Karena Mongji
lah kucing pertama yang saya pelihara.
![]() |
| Ini adalah Mongji, si anak kucing yang bikin phobia kucing saya hilang. |
Apa kabar Mongji? Saya tidak
tahu. Terakhir kali yang saya tahu Mongji kabur saat Ibu titipkan dengan
kenalannya karena di rumah tidak ada orang yang mengurus (orang rumah keluar
kota semua). Sejak Ibu pulang Mongji tidak pernah lagi terlihat, hanya ada dua
ekor anak Mongji yang masih kecil bernama Benben dan Dobi. Yang saat ini mereka
berdua sudah bahagia di surga. Pertama, Dobi mati mendadak karena sakit diduga
keracunan. Tidak lama setelah Dobi mati, Benben pun hilang. Saya rasa Benben
juga sudah mati, karena stres ditinggal Dobi (?) saudara satu – satunya.
Sebelum Dobi mati, Benben memang sudah sakit. Namun ternyata ajal lebih dulu
menjemput Dobi.
Setelah kepergian Benben dan
Dobi, Ibu merasa kesepian di rumah tanpa kucing. Sehingga akhirnya Ibu
memutuskan untuk mencari kucing (lagi). Hahaha. Dan diadopsi lah Cilo, kucing
hitam yang sampai sekarang jadi kesayangan Ibu dan Bapak di rumah. Proses
pencarian nama Cilo cukup alot, seperti cari nama untuk anak.
Di Jogja, saya bersama Robi juga
pernah memelihara anak kucing. Kucing kampung memang, yang diselamatkan di
kantin kampus Robi saat itu. Kita beri nama Bejo, agar hidupnya selalu
beruntung. Namun tidak begitu lama karena Bejo sering menghilang ketika Robi
pindah kos dan dititipkan dengan salah satu temannya.
![]() |
| Si Tampan Bejo |
Cukup lama kami tidak memelihara
hewan (iya, sebelumnya kami pernah memelihara kura – kura dan tupai juga)
hingga kurang lebih hampir setahun yang lalu dari salah satu IG story teman ada
yang menawarkan untuk adopsi anak kucing persia. Saya dan Robi langsung
tertarik hingga akhirnya kami putuskan untuk merawat anak kucing tersebut yang
kami beri nama Giby.
| Giby genit suka cium - cium >.< |
Giby yang saat itu masih kecil
dan lincah jadi kesayangan banyak orang. Kalau Giby tidak kelihatan batang
hidungnya, saya dan Robi panik mencari ke sekelilinng rumah. Padahal dia hanya
tidur di salah satu sudut kontrakan. Ketika Giby sakit dan tidak nafsu makan,
saya dan Robi langsung panik dan bawa ke dokter hewan. Seperti dua hari yang
lalu. Awalnya saya berniat untuk membawa Giby grooming karena Giby terlihat
kotor sekali dan bulunya banyak rontok. Mungkin memang Giby stres karena baru
pindah rumah dan kami sedang sibuk sehingga Giby kurang diperhatikan. Sesampai
di petshop, pegawainya menemukan bekas luka bernanah di leher Giby. Sedikit
cemas kami bawa Giby ke klinik hewan untuk diobati. Dokter bilang abses.
Stres tidak hanya sampai disitu
saja. Karena saat ini kami bingung Giby akan dirawat dimana. Kos dan kantor
Robi tidak membolehkan menampung Giby. Tadinya Robi berpikir untuk memberikan
Giby ke salah satu temannya. Tapi saya tidak mengizinkan. Bukan, bukan karena
teman Robi. Tapi karena saya tidak rela dan tidak tega berpisah dengan Giby
yang sudah dirawat sejak kecil. Tapi tidak ada pilihan lain selain Giby
dipelihara di kos saya yang cukup sempit. Sempat saya berpikir untuk pindah kos
yang cukup luas agar Giby bisa lebih leluasa. Karena Giby terbiasa bebas sejak
di kontrakan Robi sebelumnya yang sangat luas, ya dari dulu saya tidak pernah
memelihara kucing di dalam kandang. Menurut saya kucing pun harus bebas dan
tahu lingkungan tempat tinggalnya seperti apa. Masalah lain yang muncul adalah
karena saya akan mudik, saya tetap butuh tempat penitipan untuk Giby. Setelah
bertanya ke beberapa teman, akhirnya ada juga yang mau dititipkan. Mulai cari
kandang, buka olx, grup pecinta kucing jogja dan tanya kemana – mana demiiii
bikin Giby nyaman dan tidak stres lagi.
Masalah perkucingan ini bisa
bikin senewen sekali ya.. Tapi tidak mengurangi rasa sayang saya terhadap
kucing – kucing sedikit pun.
Kalau kalian ada yang seperti itu
juga?



0 komentar:
Posting Komentar