Minggu, 26 Februari 2017



Apakah kau akan terlambat datang kali ini?

Atau kau tak akan pernah datang lagi?

Menggigil aku membayangkannya.

Lemas seperti tak berpijak.

Bahkan debu – debu di kursi tua itu menatapku nelangsa.



Kau, tak bisakah membiarkan jantungku berada tetap di tempatnya?

Atau setidaknya membiarkan ia berdetak sesuai irama seharusnya.

Kau, tak bisakah membiarkan bintang bersantai di langit sana?

Kini mereka pergi entah kemana dan langit gelap.



Dingin, tubuhku dingin sekarang.

Tapi kupaksakan hatiku tetap hangat.

Hingga tak ada lagi daun yang bisa gugur

Hingga tak ada lagi laut untuk diselami

Kupaksakan hatiku tetap hangat.

Sabtu, 25 Februari 2017

Jika..



Bagaimana kalau kita berandai – andai? Bermain dengan perumpamaan mungkin. Sepertinya menarik bukan? Baiklah, kita mulai dengan... jika.

❤❤
👩: Jika hatiku setipis kapas, bagaimana dengan hatimu?
👨: Maka hatiku sekuat batu. Kamu tidak akan mampu menghancurkan hatiku.
👩: Iya, kapas memang takkan mampu menghancurkan batu. Yang mampu dilakukan kapas hanya menyelimuti batu dan melindunginya dari luar.

❤❤
👩: Jika bisa memilih, kamu ingin jadi organ tubuh apa? Dan mengapa?
👨: Aku ingin menjadi mata. Karena tanpa mata, dunia tak berbentuk dan hanya terlihat hitam saja. Kamu?
👩: Mungkin aku ingin menjadi rambut saja. Kehadirannya membuat indah dan tentunya rambut tak pernah merasa sakit meski sering dipotong. Dia tetap tumbuh untuk mengindahkan lagi.

❤❤
👩: Jika kamu adalah hujan, maka aku akan menjadi tanah.
👨: Mengapa?
👩: Pada akhirnya hujan akan kembali jatuh ke tanah bukan? Meskipun sebelumnya ia berada jauh di atas langit.

❤❤
👩: Jika aku diberi kesempatan untuk dilahirkan kembali di dunia yang akan datang, aku ingin terlahir sebagai siapa saja asal bukan diriku sendiri.
👨: Mengapa bisa begitu? Aku tentu ingin lahir kembali sebagai diriku lagi.
👩: Karena aku ingin mengetahui bagaimana hidupku tanpa kehadiranmu.

Jumat, 24 Februari 2017

Mohon bersabar, ini ujian..


Hari ini complicated sekali. Mulai dari dini hari baru bisa tidur jam 2.30 sedangkan jam 5 subuh sudah bangun dan ngga bisa tidur lagi. Jam 10 ke RSGM AMC untuk kontrol pasien ujian perawatan saluran akar dan rencananya ingin saya lanjutkan dengan perawatan tambal gigi, tapi ngga diacc dosen untuk melakukan penambalan. Jadi lah pasien saya pulangkan dan hanya dirontgen aja untuk kontrolnya.
Jam 12 saya pergi makan siang dengan Damalia dan Sisil ke Hartono Mall. Sisil yang dari kemarin sakit flu ngidam berat makan seblak yang sedang naik daun di Jogja kini. Setelah nunggu hampir dua jam (kepotong Jumatan dan antrian yang rame) akhirnya seblak kita datang. Sebenarnya kita ngga pesen seblak dengan level ekstrem sih, cuma level 2 dari level 0-5. Dan itu sudah lumayan pedas, lumayan bikin bibir kayak pakai lipstik merah, tapi ngga sampai bikin nangis. Tapi ngga tahu kenapa perut saya sedikit terasa panas setelah makan itu.
Nggak lama setelah makan handphone saya bunyi, chat dari salah seorang pasien yang bunyinya: Mbak, saya besok minggu pulang yaa. Pamit ya Mbak. Semoga yang kemarin bisa buat ujian ya, terimakasih Mbaaak.
Bagai disambar petir di siang bolong saya langsung panik menerima chat seperti itu. Bukan apa – apa, saya belum ujiaaaan dan pasiennya sudah mau pulang, ngga balik ke Jogja lagi. Kebetulan yang sangat tidak diharapkan sekali, dosen penguji ujian sedang tugas di luar negeri dan baru pulang hari Selasa. Padahal dengan pasien satu ini saya tinggal maju ujian aja sepulang dosen dari tugas luar yaitu hari Rabu atau Kamis. Panik sepanik – paniknya saya langsung memohon ke pasien untuk mereschedule tiket pesawat pasien dan meminta tolong Fika cek harga pesawat dari Jogja – Balikpapan (pasien saya mudiknya ke Balikpapan).
“500an ribu Gih, udah kamu bayarin aja tiketnya nanti. Tiketnya yang besok minggu minta dicancel aja. Daripada kamu ngga bisa ujian,” saran Fika, dan yang paling masuk akal di tengah kepanikan kita. Saya udah ngga bisa mikir dan cuma bilang ke pasien “Please Vel, klo bisa reschedule tiket ya. Berapa biayanya biar Mbak yang tanggung,” Padahal uang di dompet tinggal 100 ribu dan di atm tinggal sisa 600 ribu. Dan pasien cuma bilang “Oke Mbak aku usahain dulu ya,”
Sepanjang jalan di Mall pikiran saya cuma tertuju ke masalah tadi sampai tiba – tiba di eskalator saya merasa mual dan minta duduk dulu di kursi. Badan saya panas dan gemetaran, punggung dan tangan dingin, perut mual ingin muntah, kepala pusing, dan kaki lemas. Ini gawat. Setiap kali gejala seperti ini muncul, setelah itu saya selalu ambruk pingsan. Cuma doa aja dalam hati jangan disini ya Allah, ngga lucu pingsan di mall. Teman – teman saya juga mulai khawatir melihat saya yang tiba – tiba pucat dan bercucuran keringat dingin. Fika sampai keliling cari kresek, takut saya tiba – tiba muntah, karena memang saat itu saya ngga kuat untuk jalan ke toilet. Setelah sekitar 10 menitan istirahat saya mencoba berangkat menuju toilet, dengan dipapah Sisil dan Fika kita cari toilet terdekat. Dan sesampainya di toilet keluar semua isi makanan dari dalam perut. Saya muntah sebanyak apa yang saya makan, hingga muntah yang keluar hanya tinggal air aja. Bersih ngga tersisa. Tapi setelah itu tubuh saya berangsur baikan. Dan menyisakan lemas aja. Akhirnya kita memilih pulang, karena teman – teman saya terlalu kasihan melihat saya. Hehehe. Padahal tadinya rencana abis makan mau potong rambut.
Begitu sore sampai dirumah, niatnya saya hanya ingin istirahat walau pikiran masih ngga tenang perihal pasien tadi. Panjang umur, begitu sampai rumah pasien ngechat saya lagi. “Mbak, ujiannya beneran ngga bisa besok? Soalnya mama saya ngga ngizinin saya pulangnya diundur.”
Pengen nangis. Kepala saya pusing lagi, perut saya mual lagi, dan saya muntah air lagi. Bahkan saya belum sempat istirahat. Mohon bersabar, ini ujian. Akhirnya saya minta no telfon mama pasien hanya untuk meminta izin agar saya bisa ujian, dan menelfon ibu untuk minta izin membelikan tiket untuk pasien. Bagian tersedih disini saat saya membayangkan akan diomeli Ibu sendiri dan Ibu pasien. Hiks. Tapi belum sempat telefon Ibu pasien, Damalia ngubungin dan menyuruh saya menghadap dosen lain untuk meminta izin ganti dosen penguji. “Yang penting usaha dulu Gih.”
Alhasil selesai sholat magrib saya balik lagi ke RSGM dengan keadaan masih lemas. Pertama, saya menghadap drg.Nova (dosen Ortho yang ingin saya jadikan dosen penguji pengganti) untuk meminta ujian ortho bisa diganti dengan beliau besok siang. Beliau hanya mau mengiyakan untuk menguji apabila saya sudah dapat izin drg.Wiwik (dosen yang mengatur pembagian dosen penguji ujian) dan drg.Tita (dosen penguji asli). Dengan segera saya hubungin kedua dokter diatas. Drg.Wiwik sudah mengizinkan saya ganti dosen penguji asal drg.Tita membolehkan. Dan kesabaran saya masih harus diuji karena drg.Tita yang posisinya berada di luar negeri begitu ditelfon nomor hapenya ngga aktif, di-WA pun cuma centang satu.
Hopeless banget, setelah nangis di RSGM jam setengah 9 malam saya pulang hujan – hujan sambil mampir makan soto dengan seorang teman. (Asli laper banget setelah memuntahkan semua isi perut) Di tengah hujan hape saya berbunyi, drg.Tita!! Isinya: Baik gppa, silahkan hubungi drg Nova. Ya Allah rasanya terharu sampai ke ubun – ubun melihat sepenggal kalimat tersebut. Besok saya bisa ujiaaaan. Siap ngga siap akhirnya saya bisa ujian.
Saya bersyukur Allah memberi kemudahan setelah melewati cukup kesulitan ini. Setelahnya saya bercerita ke Ibu saya dan Ibu bilang “Bersyukur Nak. Magrib tadi Ibu berdoa sampai nangis minta kemudahan untuk anak Ibu”. Alhamdulillah. Maha baik Allah SWT. Complicated hari ini, insyaallah berakhir baik, insyaallah semua airmata, keringat dingin, bahkan sisa air di lambung yang harus ikut keluar juga membawakan saya berkah yang melimpah. Amin. Dan sekali lagi, Allah meminta saya untuk bersabar dan lebih berusaha.

Senin, 13 Februari 2017

Mungkin itu firasat

Mungkin itu firasat.
Saat airmatamu mengalir deras tanpa sebab.
Saat peluk hangatmu tak ingin lepas.
Saat hujan badai tak mengurungkan keinginanmu bertemu.
Saat dadamu bergemuruh hanya dengan menatapnya.
Padahal kamu tahu kamu sedang baik – baik saja.



Jumat, 10 Februari 2017

Ilalang disini sudah terlalu tinggi..

Saya berhenti. Saya sudahi. Peran saya hanya sampai disini. Dan saya undur diri.
Jika dulu berjuang bersama hingga 'akhir' berarti hingga maut memisahkan, saat ini saya tahu bahwa 'akhir' tak selalu berarti kematian. 'Akhir' berarti Tuhan tak merestui lagi kami untuk tetap bertahan. 'Akhir' berarti saat Tuhan memutuskan kami berpisah sebelum berada di ujung jalan.
Saya tak tahu apa yang sebaiknya saya rasakan. Haruskah menyesal menghabiskan waktu menjaga dan menemani untuk yang akan pergi? Atau haruskah bangga menghabiskan waktu menjaga dan menemani meski tetap ditinggal pergi?
Begitu besarnya yang Maha Memiliki, membolak balikkan hati hanya untuk menyesali dan membanggakan diri sebagai orang yang tidak berarti, berulang kali.
Kemarin, kita -yang sekarang menjadi saya dan kamu- meraba dan merangkak bersama untuk tetap berjalan di tengah kegelapan. Berusaha mencari terang dengan cahaya seadanya (jika bisa dibilang memiliki pencahayaan). Saya berjalan mengikuti kamu, membantu mengarahkan meski jalan yang saat itu kita tempuh dipenuhi ilalang dan banyak mawar berduri tajam. Indah, tapi menyebabkan luka disana sini. Tak apa, genggaman tangan adalah obat paling mujarab untuk setiap luka gores yang kita rasakan. Hingga tiba pada sebuah jalan yang cukup terang di depan, perlahan saya rasa genggaman itu melemah hingga hilang. Kamu berjalan terlalu cepat ke depan, hingga saya tertinggal di belakang. Lelah mengejar dan lihatlah kamu menggenggam tangan yang lain sekarang, tanpa pernah melihat ke belakang. Ya, saya telah terlalu jauh tertinggal. Luka di sekujur tubuh juga terlalu sakit untuk dipaksa berlari menyusul. Dan saat itulah saya putuskan untuk merelakan. 
Saya berhenti. Saya sudahi. Peran saya hanya sampai disini. Saya undur diri. Ilalang disini sudah terlalu tinggi. Sudah saatnya saya kembali ke tempat awal dimana kamu takkan pernah ingat lagi bahwa kita pernah memulai disini.
Kamu, tetaplah berlari. Dan jangan pernah kembali. Carilah jalan yang lebih terang lagi. Carilah jalan yang tak dipenuhi duri. Ilalang disini sudah terlalu tinggi. Jangan sampai terluka lagi karena harus kembali. Biarkan saja saya yang berdiri disini sendiri. Hingga ilalang menutup bayangan diri dengan menjadi begitu tinggi.

Minggu, 05 Februari 2017

Photograph



It’s time to review lirik laguuu.. Lagu yang sempet booming beberapa waktu yang lalu. Telat sih baru bahas itu sekarang. Soalnya beberapa hari ini kayaknya lagu satu ini selalu jadi top 5 playlist tiap buka laptop. Dari sekian lagunya Ed Sheeran, yang paling saya suka sejauh ini sih ya photograph ini.
Liriknya ringan tapi touchy, nggak yang mikir banget. Musiknya sederhana dan easy listening, yah ngga bikin sakit kuping lah. Videoklipnya punya tema yang ngga biasa. Dari awal liat videoklipnya pas masih booming dulu aja udah sukaaa. Ditambah suaranya yang lembut – lembut gimana gitu, kayak ayah peri. Hahaha. Intinya kalau lagi santai, butuh ketenangan, lagu ini kayaknya wajib masuk playlist buat nemenin kita. Ditambah es kelapa muda dan donat kentang kayaknya pas buat mengisi minggu siang yang cerah buat sekedar bersantai. Bisa juga didengerin pas malem – malem udah matiin lampu buat pengantar tidur biar mimpinya indah. Bisa juga didengerin pas lagi duduk – duduk cantik di puncak gunung atau pinggir pantai sambil menikmati angin. Halahhhh, mulai mendramatisir.

PHOTOGRAPH by Ed Sheeran 

Loving can hurt, loving can hurt sometimes
But it's the only thing that I know
When it gets hard, you know it can get hard sometimes
It is the only thing that makes us feel alive

We keep this love in a photograph
We made these memories for ourselves
Where our eyes are never closing
Hearts are never broken
And time's forever frozen still

So you can keep me
Inside the pocket of your ripped jeans
Holding me closer 'til our eyes meet
You won't ever be alone, wait for me to come home

Loving can heal, loving can mend your soul
And it's the only thing that I know, know
I swear it will get easier,
Remember that with every piece of you
Hm, and it's the only thing we take with us when we die

Hm, we keep this love in this photograph
We made these memories for ourselves
Where our eyes are never closing
Hearts were never broken
And time's forever frozen still

So you can keep me
Inside the pocket of your ripped jeans
Holding me closer 'til our eyes meet
You won't ever be alone
And if you hurt me
That's okay baby, only words bleed
Inside these pages you just hold me
And I won't ever let you go
Wait for me to come home
Wait for me to come home
Wait for me to come home
Wait for me to come home

You can fit me
Inside the necklace you got when you were sixteen
Next to your heartbeat where I should be
Keep it deep within your soul
And if you hurt me
Well, that's okay baby, only words bleed
Inside these pages you just hold me
And I won't ever let you go

When I'm away, I will remember how you kissed me
Under the lamppost back on Sixth street
Hearing you whisper through the phone,
"Wait for me to come home."
 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog