Rabu, 25 Januari 2017

Perihal Mencintai..


Allahumma jurnii fi mushibati wakhuflii khoiron minha. (Ya Allah berikanlah pahala dalam musibahku ini dan berikanlah ganti kepadaku yang lebih baik darinya)...
Suatu siang ibu saya mengirimkan sms yang berisi sepenggal doa diatas. Ketika saya tanya kenapa, beliau hanya menjawab “Dibaca saja”. Saya termasuk orang yang memiliki sisi emosional yang cukup sensitif untuk hal – hal seperti di atas. Bagaimana saya memahami makna dibalik kejadian singkat tersebut sebagai bentuk kasih sayang seorang ibu untuk anaknya, membuat airmata saya tanpa disadari menetes.
Saya sadar, setiap orang memiliki cara mencintai yang berbeda. Dan saya sadar pula, meskipun memiliki cara yang berbeda setiap orang memiliki tujuan yang sama; membuat orang yang dicintai berbahagia.
Ibu. Saya tidak menjelaskan secara rinci masalah yang sedang saya hadapi, tentu salah satu alasannya karena saya tidak ingin membuat beliau khawatir dan cemas. Dan beliau tanpa perlu ‘menuntut’ cerita panjang lebar mengirimkan sebuah doa yang beliau harapkan bisa membuat saya tenang. Ibu saya, setelah memarahi saya karena sikap saya yang begitu keras kepala langsung menangis di dalam kamar. Ibu saya, menelfon hingga belasan kali jika malam hari saya tak ada kabar. Ibu saya, setiap malam mengingatkan untuk tidak lupa mengunci pintu kamar sebelum tidur. Dan bentuk ketulusan cintanya yang lain.
Bapak. Saya selalu bingung mengungkapkan bagaimana bentuk cinta seorang Bapak. Mungkin sama seperti Bapak lain pada umumnya yang ada di dunia. Beliau adalah sosok yang jarang bertanya dan bercerita, entah apa alasannya. Pertanyaan wajib ketika Bapak menelfon saya hanya ada dua: Teteh sehat? dan Sudah sholat? Selebihnya terkadang waktu ditelfon hanya dihabiskan untuk saling diam. Namun yang saya ketahui di balik diam Bapak, beliau adalah sosok yang setiap hari selalu bangun tengah malam hanya untuk mendoakan saya. Bapak saya, adalah sosok yang langsung buru – buru menutup telfon ketika tahu saya mengangkat telfon dalam keadaan tidur atau sedang berada di jalan. Bapak saya, adalah sosok yang hanya memperlihatkan mata berkaca – kaca ketika melihat foto wisuda saya. Dan entah berapa banyak lagi beban yang beliau pikul karena mencintai saya.
Adek. Teman tumbuh besar bersama, meski di awal hubungan kami tidak sebaik sekarang. Saya tahu seberapa banyak kami saling tidak menyukai sewaktu masih kecil. Dan kini saya tahu seberapa banyak kami saling mencintai. Dia yang tidak pernah mengeluh ketika saya hubungi hanya jika saya sedang ada masalah. Dia yang hanya diam mendengarkan isak tangis saya lalu saya tutup telfon ketika tangis saya mereda. Dia yang hanya berkata “You always be mentioned in my prayer” ketika saya meminta ‘doain teteh’. Dia yang selalu berusaha menahan airmata setiap kali mengantarkan saya kembali ke tanah rantau. Lalu saya tidak menyadari dia tumbuh sedewasa itu dalam mencintai.
Dari mereka saya belajar bagaimana tulusnya mencintai. Saya sering salah memahami bahwa mencintai ternyata bukan hanya sekedar mengatakan ‘saya cinta kamu’ atau ‘I love you’. Bahwa mencintai bukan sekedar berusaha untuk selalu bersama setiap waktu. Beberapa waktu yang lalu, obrolan ringan dengan salah seorang teman di warung soto membuat saya sadar bahwa selama ini saya seringkali mencintai dengan cara yang salah.
“Gigih, apakah kamu benar – benar mencintai atau hanya berambisi memiliki?” Untuk beberapa saat saya diam hingga saya menjawab “Saya mencintai,”. Lalu teman saya itu melanjutkan kalimatnya “Kalau kamu mencintai seseorang, maka kamu akan mendoakan dia untuk selalu bahagia.”
Ya, bahwa selama ini saya hanya sibuk mempertahankan orang yang saya cintai untuk selalu berada di samping saya. Bahwa selama ini saya hanya memastikan orang yang saya cintai untuk tidak meninggalkan saya. Bahwa selama ini saya lupa bagaimana cara mencintai dengan ketulusan. Bahwa selama ini saya salah memilih cara mencintai. Bahwa selama ini saya menutup mata untuk menyadari mencintai tak selalu harus memiliki.
Ibu, bapak, adek, tentu mereka tahu bahwa saya tak selamanya akan berada di samping mereka. Mereka paling tahu bahwa suatu saat saya akan pergi (meski hati dan jiwa saya tidak pernah meninggalkan mereka), namun mereka tidak pernah berhenti mencintai. Mereka tidak pernah berhenti mendoakan. Mereka tidak pernah membenci. Dan mereka selalu menghargai.
Saya lupa bahwa dari semuanya, hanya Allah SWT lah yang maha memiliki. Maka akan menjadi sangat tidak tahu diri jika saya selalu berambisi untuk memiliki, tapi tidak meminta kepadaNya. Saya, harus banyak belajar bagaimana caranya selalu menyisipkan ketulusan dalam mencintai. Dan iya, saya harus banyak mendalami bahwa cara mencintai terbaik adalah selalu mendoakan yang terbaik pula untuk orang yang kita cintai.

Selasa, 17 Januari 2017

We're not fine


Kita hanyalah sepasang orang bodoh yang memaksa percaya bahwa dengan tidak bersama kita akan jauh lebih bahagia..

 

  Ternyata, berusaha pura - pura untuk bahagia membutuhkan banyak tenaga..

 

 Ketika kita berusaha menjauh, tanpa disadari kenangan yang ingin kita tinggalkan masih terikat di kaki. Membuat ikut terseret sejauh apapun langkah kita, dan membuat terluka.


Minggu, 15 Januari 2017

DISAPIH - MIAN TIARA

Sebelumnya udah disinggung sedikit tentang film AADC2. Sekarang sih masih belum bisa move on jauh – jauh dari AADC2, masih seputaran itu juga. Saya kali ini akan posting salah satu lirik lagu yang muncul di film AADC 2, yaitu lagu “Disapih oleh Mian Tiara”. Mungkin kalau ada yang lupa lagu ini yang mana, sekedar diulas lagi lagu ini muncul di bagian awal film. Mian Tiara diceritakan menjadi tamu pada acara yang diadakan oleh Cinta di tempat kerjanya. Dan pada acara itu Mian Tiara membawakan lagu Disapih ini.
Kenapa lagu ini? Padahal banyak lagu AADC2 lainnya yang lebih terkenal. Karena saya suka liriknya. Sederhana tapi ngena. Udah itu aja. Ngga lebih, ngga kurang.
Disapih – Mian Tiara
Adalah dendam tak terucap
Rahasia yang tak terungkap
Inikah perih yang tertahan
Hingga ku tak sanggup melawan
Adanya aku pernah diminta
Sosok terindah yang dipuja
Kini lepas jauh terhempas
Karenamu kan terbang bebas
Cintaku dicela rasa dilupa
Olehmu.. Olehmu..
Dan aku disapih perlahan jadi buih
Olehmu.. Olehmu..


Kalau mau lihat link youtube nya juga boleh. Saya sempat browsing (niat banget) videonya dan ketemulah video Mian Tiara yang lagi perform di salah satu cafe di Bali membawakan lagu Disapih ini. Tetep kerenn. Silahkan menikmati.

Sabtu, 14 Januari 2017

Ada Apa Dengan CINTA (jodoh)??

Kali ini saya ingin bercerita sedikit tentang pengalaman saya menonton film. Mmm.. saya hobi menonton film, tapi bukan di bioskop. Hahaha. Saya hanya hobi menonton film di laptop malam hari sebelum tidur. Bukan tanpa alasan. Yang pertama, di daerah saya dulu belum ada bioskop. Jadi kita memang dari masih remaja ngga pernah update film ke bioskop seperti umumnya remaja di kota besar. Yang kedua, karena dari awal saya memang sudah jarang menonton film ke bioskop, begitu merantau di kota besar pun saya ngga begitu tertarik menghabiskan uang untuk membeli tiket bioskop dan snack untuk teman nonton. Yang ketiga, kebetulan pasangan saya (saat itu) juga bukan orang yang suka menonton ke bioskop. Jadi kita ngga pernah punya agenda pacaran ke bioskop.
Oke, itu tadi hanya intermezzo. Kembali ke point awal bahwa saya ingin menceritakan tentang pengalaman saya menonton film. Ada Apa Dengan Cinta? 2 (AADC2). Ah basi. Mungkin sebagian orang akan berpendapat seperti itu. Filmnya sudah lewat satu tahun tayang baru akan dibahas. It’s okay. Setiap orang punya kebebasan berpendapat. Saya juga.
Malam tadi saya menonton AADC2 untuk yang kesekian kalinya. Well, AADC merupakan salah satu film Indonesia favorit saya (mungkin juga favorit semua orang). Kisah Cinta dan Rangga yang membuat naik turun emosi dan persahabatan antara Cinta dan teman – temannya yang begitu dekat dengan kehidupan sehari – hari, saya rasa menjadi daya tarik tersendiri sehingga ketika film ini dibuat sekuel keduanya banyak yang menantikan kelanjutan kisah para tokoh utama. Tidak terkecuali saya. 
Harus saya akui, AADC2 sebenarnya tidak berakhir sesuai dengan ekspektasi saya. Berkaca dari film AADC1, saya kira di AADC2 ceritanya akan lebih menaik turunkan emosi. Tapi, saya berikan dua jempol untuk akting para pemainnya yang wahh, Saya pengagum anda Dian Sastro dan Nicholas Saputra!! Pada AADC2, Rangga dan Cinta dipertemukan lagi dengan membangkitkan emosi lama ketika masih bersama. Meski kondisinya saat itu Cinta sudah akan menikah. Dan film ini berakhir dengan pilihan Cinta yang kembali jatuh ke hati Rangga lalu meninggalkan calon suaminya. Tentu saja sebagai penggemar pasangan Cinta-Rangga saya ingin mereka bisa bersatu kembali. Dan usaha penulis cerita untuk menuruti harapan para penggemar Cinta-Rangga tetap harus dihargai. Namun dengan alur cerita tersebut saya rasa bersatunya Cinta-Rangga terkesan menjadi cerita yang agak dipaksakan. Tapi gapapa lah, semua bisa ditoleransikan selama Cinta dan Rangga bisa bersatu kembali, hehehe.
Oh iya, satu hal. Film ini tetap membuat saya baper (lebih baper dari AADC1 malah), karena lokasi syutingnya di Jogjaaaa. You know? Jogja means “rumah kedua” saya setelah Bangka. How baper I am. Setiap sudut Jogja di film ini membuat saya berkhayal sambil senyum – senyum sendiri; “ini saya dan teman – teman saya”, “aaah ini nih besok kita bisa pacaran ala Cinta-Rangga” atau “Iiiih Rangga tau aja tempat romantis, mau ikut – ikutan kita aja pacaran kesana” (fix, lebai!). Tapi ya gitu lah Gigih, kadang suka ngga sadar umur kalau nonton film romantis begini. Dannn, baper nonton kali ini sedikit beda dari baper sebelum – sebelumnya yang seperti cabe – cabean di atas.

Friendship goals terbaper
Berhubung suasana hati memang sedang galau dan patah hati, menonton AADC2 memberikan semangat tersendiri untuk saya bahwa jodoh itu sudah diatur Allah SWT. Manusia boleh saja berencana, tapi sebaik – baiknya rencana manusia tetap saja yang terbaik adalah rencana Allah SWT. Seperti Cinta dan Rangga yang sudah terpisah 9 tahun lamanya tanpa komunikasi sama sekali, tentu saja atas izin Allah SWT mereka dipertemukan dan dipersatukan lagi. Mungkin orang lain akan bilang, “Ah, namanya juga film. Apa saja bisa terjadi di film. Jangan terlalu diambil hati.” Iya, justru karena hanya sebuah film. Kalau pada sebuah film saja skenario seperti itu bisa dibuat menjadi mungkin, apalagi skenario yang dibuat oleh Allah SWT. Dan saya percaya skenario dari Allah SWT jauh lebih indah daripada skenario yang dibuat manusia di film – film romantis.
Jodoh itu rahasia Allah SWT ternyata
Dunia ini kecil, Indonesia apalagi. Yang besar hanya Allah SWT. Jika jarak Jakarta – NewYork saja terlihat begitu dekat dalam sebuah film, apalagi jarak yang hanya beberapa kilometer saja di mata Allah SWT? Semua serba mungkin jika Allah SWT sudah turun tangan. Maka jangan takut Allah SWT tidak mempertemukan dengan jodohmu di dunia yang begitu kecil ini.
Ahhh, nikmatnya menonton film dapet hikmah seperti ini. Biasanya setelah nonton film romantis langsung galau tiada henti. Semoga seterusnya dalam hal apapun saya selalu bisa melihat sisi positif lebih banyak daripada sisi negatifnya. Semoga.

Kamis, 12 Januari 2017

Jangan bersedih..

Pelajaran hari ini:
"Kamu tidak pernah benar - benar sendiri"

Moment...


Saya bukan sosok wanita yang agamis. Sholat saya tak selalu tepat waktu. Hapalan alquran saya masih surat yang pendek – pendek. Kerudung yang saya gunakan bukan kerudung syar’i yang menjuntai lebar dan panjang. Saya lebih sering mendengarkan lagu – lagu Barat ketimbang mendengarkan tilawatil quran. Saya lebih sering menonton drama Korea daripada menghadari acara dakwah. Saya juga masih sering mengenakan jeans untuk pergi jalan – jalan. Saya masih bersolek mengenakan make up ketika keluar rumah. Saya masih sering membicarakan orang lain jika berkumpul dengan teman – teman. Saya masih berpacaran dan sering pergi hanya berdua saja. Dan prilaku – prilaku lainnya yang mungkin tidak menggambarkan bagaimana sosok seorang wanita sholeha seharusnya.
Meski demikian, Saya seperti wanita pada umumnya yang mempunyai harapan suatu hari saya bisa menjadi istri sholeha dan memiliki suami yang sholeh pula. Ini manusiawi, menurut saya. Walaupun mungkin juga terdengar lucu, menurut yang lainnya. Saya sungguh menyadari kekurangan saya, seperti sebagian yang sudah saya sebutkan di atas. Walaupun sungguh tentu masih banyak kekurangan lainnya. Saya sungguh menyadari betapa memalukannya saya dan betapa buruknya saya.
Saya tidak bisa mengatakan keluarga saya merupakan keluarga yang agamis pula. Namun saya merasa keluarga saya setidaknya lebih baik dari saya. Karena setiap malam Bapak menelpon dan selalu bertanya “Sudah sholat belum?”. Ibu juga mengingatkan jangan lupa sholat. Dan adik saya yang risih jika pergi hanya mengenakan kaos ketat dan jilbab tak menutup dada. Saya rasa mungkin saya yang paling buruk di keluarga soal keimanan.
Saya pernah mengalami gangguan tidur malam berhari – hari. Karena terlalu lelah aktivitas siang hari, biasanya saya tertidur sebentar setelah magrib. Hati saya gelisah dan tidak tenang, mulai tengah malam hingga subuh hanya bermain hp di atas kasur. Kepala saya seperti akan meledak karena banyak pikiran. Tiba – tiba saja, ya, tiba – tiba suatu malam saya bangkit dari kasur untuk berwudhu dan sholat tahajud. (Sedikit malu saya katakan, bahwa sebelumnya saya mungkin sudah lupa kapan terakhir kali bertahajud) Tak banyak yang saya minta malam itu, saya ingin Allah SWT menuntun laki – laki (pacar saya) ini agar bisa selalu menenangkan hati saya dalam keadaan apapun. Dan meminta didekatkan lagi jika memang kami baik untuk bersama. Hanya itu saja.
Ternyata, tak butuh lama Allah SWT menjawab doa saya. Hanya beberapa minggu setelahnya lelaki ini dengan penuh airmata setelah mencium sejadahnya menggenggam tangan saya dan mengatakan “Kita mulai semua dari awal, memperbaiki hidup, memantaskan diri, dan memasrahkan semua kepada Yang Di Atas. Insyaallah, jika memang kita ditakdirkan berjodoh Allah SWT akan menyatukan kita kembali.” Lalu kami berpisah.
Allah SWT menjawab doa saya dengan cara yang berbeda. Tak pernah saya merasakan bahagia dan sedih datang di saat yang sama. Sungguh bahagia mendengar kalimat tersebut, meskipun juga terasa mengiris hati untuk mengahadapi perpisahan. Saya merasa melihat sosok lelaki sholeh yang saya dambakan selama ini. Allah SWT menunjukkannya ke hadapan saya, hanya menunjukkannya. Seketika hati saya merasa tenang. Bahkan dengan cara yang berbeda Allah SWT membuat dia menjadi sosok yang menenangkan hati saya meskipun ternyata keadaan yang Allah SWT maksud adalah kami harus berpisah. Allah SWT menunjukkan kepada saya apa yang saya minta, namun tak langsung memberikannya. Allah SWT meminta saya berusaha terlebih dahulu untuk mendapatkannya.

Sesaat terlintas dipikiran saya “Apakah saya memang seburuk itu ya Allah SWT? Apakah saya tidak sepantas itu menerima lelaki baik?” Lalu saya sadar, Saya yang begitu kecil, berharap yang begitu besar. Saya yang sering lupa, berharap tak dilupakan. Saya yang tak peduli berharap dipedulikan. Saya yang tak tahu diri meminta tanpa berusaha. Begitu malunya saya hingga menangis sejadi jadinya.
Sekarang, dengan sisa kekuatan menutup malu di hadapanNya, saya ingin berusaha. Memperbaiki diri, memantaskan diri. Ya, memantaskan diri untuk doa berikutnya yang saya minta kepada Allah SWT. Memantaskan diri untuk keluarga saya yang selalu mengingatkan dan mendoakan saya. Memantaskan diri untuk bisa mengimbangi sosok yang pernah ditunjukkan Allah SWT ke hadapan saya. “Lelaki baik hanya untuk wanita yang baik”. Saya bersyukur Allah SWT mengingatkan saya hal itu dan masih memberikan kesempatan untuk menjadi wanita yang lebih baik. Ya, saya ingin menjadi wanita yang baik untuk lelaki baik itu. Saya ingin menjadi wanita yang pantas. Bismillah.

Rabu, 11 Januari 2017

Kesepian, Tangisan dan Tulisan


Ia pulang bersama kesepian.

Menyeruput kopi dan mulai berangan.

Saat yang lain merajut mimpi di pembaringan,

Ia bergulat dengan tangisan.

Menjamah tak melalui tangan.

Mencium lantai beraroma tanah bekas hujan.

Demi menyampaikan beribu harapan.



Kini, kokok ayam memecah kesunyian.

Pagi datang masih bersama kesepian.

Lagi, ia menyeruput kopi dan tak lupa berangan.

Kali ini melalui tulisan.

Melukiskan kata yang ada di pikiran.

Mengalirkannya seiring deras rintik hujan.

Demi memperjuangkan beribu harapan.
 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog