Kamis, 12 Januari 2017

Moment...


Saya bukan sosok wanita yang agamis. Sholat saya tak selalu tepat waktu. Hapalan alquran saya masih surat yang pendek – pendek. Kerudung yang saya gunakan bukan kerudung syar’i yang menjuntai lebar dan panjang. Saya lebih sering mendengarkan lagu – lagu Barat ketimbang mendengarkan tilawatil quran. Saya lebih sering menonton drama Korea daripada menghadari acara dakwah. Saya juga masih sering mengenakan jeans untuk pergi jalan – jalan. Saya masih bersolek mengenakan make up ketika keluar rumah. Saya masih sering membicarakan orang lain jika berkumpul dengan teman – teman. Saya masih berpacaran dan sering pergi hanya berdua saja. Dan prilaku – prilaku lainnya yang mungkin tidak menggambarkan bagaimana sosok seorang wanita sholeha seharusnya.
Meski demikian, Saya seperti wanita pada umumnya yang mempunyai harapan suatu hari saya bisa menjadi istri sholeha dan memiliki suami yang sholeh pula. Ini manusiawi, menurut saya. Walaupun mungkin juga terdengar lucu, menurut yang lainnya. Saya sungguh menyadari kekurangan saya, seperti sebagian yang sudah saya sebutkan di atas. Walaupun sungguh tentu masih banyak kekurangan lainnya. Saya sungguh menyadari betapa memalukannya saya dan betapa buruknya saya.
Saya tidak bisa mengatakan keluarga saya merupakan keluarga yang agamis pula. Namun saya merasa keluarga saya setidaknya lebih baik dari saya. Karena setiap malam Bapak menelpon dan selalu bertanya “Sudah sholat belum?”. Ibu juga mengingatkan jangan lupa sholat. Dan adik saya yang risih jika pergi hanya mengenakan kaos ketat dan jilbab tak menutup dada. Saya rasa mungkin saya yang paling buruk di keluarga soal keimanan.
Saya pernah mengalami gangguan tidur malam berhari – hari. Karena terlalu lelah aktivitas siang hari, biasanya saya tertidur sebentar setelah magrib. Hati saya gelisah dan tidak tenang, mulai tengah malam hingga subuh hanya bermain hp di atas kasur. Kepala saya seperti akan meledak karena banyak pikiran. Tiba – tiba saja, ya, tiba – tiba suatu malam saya bangkit dari kasur untuk berwudhu dan sholat tahajud. (Sedikit malu saya katakan, bahwa sebelumnya saya mungkin sudah lupa kapan terakhir kali bertahajud) Tak banyak yang saya minta malam itu, saya ingin Allah SWT menuntun laki – laki (pacar saya) ini agar bisa selalu menenangkan hati saya dalam keadaan apapun. Dan meminta didekatkan lagi jika memang kami baik untuk bersama. Hanya itu saja.
Ternyata, tak butuh lama Allah SWT menjawab doa saya. Hanya beberapa minggu setelahnya lelaki ini dengan penuh airmata setelah mencium sejadahnya menggenggam tangan saya dan mengatakan “Kita mulai semua dari awal, memperbaiki hidup, memantaskan diri, dan memasrahkan semua kepada Yang Di Atas. Insyaallah, jika memang kita ditakdirkan berjodoh Allah SWT akan menyatukan kita kembali.” Lalu kami berpisah.
Allah SWT menjawab doa saya dengan cara yang berbeda. Tak pernah saya merasakan bahagia dan sedih datang di saat yang sama. Sungguh bahagia mendengar kalimat tersebut, meskipun juga terasa mengiris hati untuk mengahadapi perpisahan. Saya merasa melihat sosok lelaki sholeh yang saya dambakan selama ini. Allah SWT menunjukkannya ke hadapan saya, hanya menunjukkannya. Seketika hati saya merasa tenang. Bahkan dengan cara yang berbeda Allah SWT membuat dia menjadi sosok yang menenangkan hati saya meskipun ternyata keadaan yang Allah SWT maksud adalah kami harus berpisah. Allah SWT menunjukkan kepada saya apa yang saya minta, namun tak langsung memberikannya. Allah SWT meminta saya berusaha terlebih dahulu untuk mendapatkannya.

Sesaat terlintas dipikiran saya “Apakah saya memang seburuk itu ya Allah SWT? Apakah saya tidak sepantas itu menerima lelaki baik?” Lalu saya sadar, Saya yang begitu kecil, berharap yang begitu besar. Saya yang sering lupa, berharap tak dilupakan. Saya yang tak peduli berharap dipedulikan. Saya yang tak tahu diri meminta tanpa berusaha. Begitu malunya saya hingga menangis sejadi jadinya.
Sekarang, dengan sisa kekuatan menutup malu di hadapanNya, saya ingin berusaha. Memperbaiki diri, memantaskan diri. Ya, memantaskan diri untuk doa berikutnya yang saya minta kepada Allah SWT. Memantaskan diri untuk keluarga saya yang selalu mengingatkan dan mendoakan saya. Memantaskan diri untuk bisa mengimbangi sosok yang pernah ditunjukkan Allah SWT ke hadapan saya. “Lelaki baik hanya untuk wanita yang baik”. Saya bersyukur Allah SWT mengingatkan saya hal itu dan masih memberikan kesempatan untuk menjadi wanita yang lebih baik. Ya, saya ingin menjadi wanita yang baik untuk lelaki baik itu. Saya ingin menjadi wanita yang pantas. Bismillah.

0 komentar:

Posting Komentar

 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog