Saya bukan sosok wanita yang
agamis. Sholat saya tak selalu tepat waktu. Hapalan alquran saya masih surat
yang pendek – pendek. Kerudung yang saya gunakan bukan kerudung syar’i yang
menjuntai lebar dan panjang. Saya lebih sering mendengarkan lagu – lagu Barat
ketimbang mendengarkan tilawatil quran. Saya lebih sering menonton drama Korea
daripada menghadari acara dakwah. Saya juga masih sering mengenakan jeans untuk
pergi jalan – jalan. Saya masih bersolek mengenakan make up ketika keluar
rumah. Saya masih sering membicarakan orang lain jika berkumpul dengan teman –
teman. Saya masih berpacaran dan sering pergi hanya berdua saja. Dan prilaku –
prilaku lainnya yang mungkin tidak menggambarkan bagaimana sosok seorang wanita
sholeha seharusnya.
Meski demikian, Saya seperti
wanita pada umumnya yang mempunyai harapan suatu hari saya bisa menjadi istri
sholeha dan memiliki suami yang sholeh pula. Ini manusiawi, menurut saya.
Walaupun mungkin juga terdengar lucu, menurut yang lainnya. Saya sungguh
menyadari kekurangan saya, seperti sebagian yang sudah saya sebutkan di atas. Walaupun
sungguh tentu masih banyak kekurangan lainnya. Saya sungguh menyadari betapa
memalukannya saya dan betapa buruknya saya.
Saya tidak bisa mengatakan
keluarga saya merupakan keluarga yang agamis pula. Namun saya merasa keluarga
saya setidaknya lebih baik dari saya. Karena setiap malam Bapak menelpon dan
selalu bertanya “Sudah sholat belum?”. Ibu juga mengingatkan jangan lupa sholat.
Dan adik saya yang risih jika pergi hanya mengenakan kaos ketat dan jilbab tak
menutup dada. Saya rasa mungkin saya yang paling buruk di keluarga soal
keimanan.
Saya pernah mengalami gangguan
tidur malam berhari – hari. Karena terlalu lelah aktivitas siang hari, biasanya
saya tertidur sebentar setelah magrib. Hati saya gelisah dan tidak tenang,
mulai tengah malam hingga subuh hanya bermain hp di atas kasur. Kepala saya
seperti akan meledak karena banyak pikiran. Tiba – tiba saja, ya, tiba – tiba suatu
malam saya bangkit dari kasur untuk berwudhu dan sholat tahajud. (Sedikit malu
saya katakan, bahwa sebelumnya saya mungkin sudah lupa kapan terakhir kali
bertahajud) Tak banyak yang saya minta malam itu, saya ingin Allah SWT menuntun
laki – laki (pacar saya) ini agar bisa selalu menenangkan hati saya dalam
keadaan apapun. Dan meminta didekatkan lagi jika memang kami baik untuk
bersama. Hanya itu saja.
Ternyata, tak butuh lama Allah
SWT menjawab doa saya. Hanya beberapa minggu setelahnya lelaki ini dengan penuh
airmata setelah mencium sejadahnya menggenggam tangan saya dan mengatakan “Kita
mulai semua dari awal, memperbaiki hidup, memantaskan diri, dan memasrahkan
semua kepada Yang Di Atas. Insyaallah, jika memang kita ditakdirkan berjodoh
Allah SWT akan menyatukan kita kembali.” Lalu kami berpisah.
Allah SWT menjawab doa saya
dengan cara yang berbeda. Tak pernah saya merasakan bahagia dan sedih datang di
saat yang sama. Sungguh bahagia mendengar kalimat tersebut, meskipun juga
terasa mengiris hati untuk mengahadapi perpisahan. Saya merasa melihat sosok
lelaki sholeh yang saya dambakan selama ini. Allah SWT menunjukkannya ke
hadapan saya, hanya menunjukkannya. Seketika hati saya merasa tenang. Bahkan dengan
cara yang berbeda Allah SWT membuat dia menjadi sosok yang menenangkan hati
saya meskipun ternyata keadaan yang Allah SWT maksud adalah kami harus berpisah. Allah SWT menunjukkan kepada saya apa yang saya minta, namun tak langsung
memberikannya. Allah SWT meminta saya berusaha terlebih dahulu untuk
mendapatkannya.
Sesaat terlintas dipikiran saya “Apakah saya memang seburuk itu ya Allah SWT? Apakah saya tidak sepantas itu menerima lelaki baik?” Lalu saya sadar, Saya yang begitu kecil, berharap yang begitu besar. Saya yang sering lupa, berharap tak dilupakan. Saya yang tak peduli berharap dipedulikan. Saya yang tak tahu diri meminta tanpa berusaha. Begitu malunya saya hingga menangis sejadi jadinya.
Sekarang, dengan sisa kekuatan
menutup malu di hadapanNya, saya ingin berusaha. Memperbaiki diri, memantaskan
diri. Ya, memantaskan diri untuk doa berikutnya yang saya minta kepada Allah
SWT. Memantaskan diri untuk keluarga saya yang selalu mengingatkan dan mendoakan saya. Memantaskan diri untuk bisa mengimbangi sosok yang pernah ditunjukkan
Allah SWT ke hadapan saya. “Lelaki baik hanya untuk wanita yang baik”. Saya
bersyukur Allah SWT mengingatkan saya hal itu dan masih memberikan kesempatan
untuk menjadi wanita yang lebih baik. Ya, saya ingin menjadi wanita yang baik
untuk lelaki baik itu. Saya ingin menjadi wanita yang pantas. Bismillah.

0 komentar:
Posting Komentar