Beberapa tahun kemarin, setiap
tahun, pada tanggal ini Kania selalu sibuk. Sibuk merayakan hari spesial untuk
seseorang yang dulu spesial juga. Tapi tidak lagi tahun ini, meskipun beberapa
bulan kemarin masih Kania bayangkan betapa sibuknya dia pada hari ini.
Mempersiapkan segala sesuatu, kue ulang tahun misalnya.
Kania hari ini memang sibuk.
Sibuk kerja. Sibuk kesana kemari menemui klien. Sibuk menggarap laporan. Sibuk
chat dengan teman – teman. Sibuk menonton film di laptop. Dan sibuk lainnya yang
dia sengajakan agar tidak sadar bahwa hari ini, tanggal 29 belum berakhir. Kania
takut tidak tahan untuk tidak mengucapkan sekedar kalimat ‘Selamat Ulang Tahun’.
Maka jika tidak ada yang bisa dia lakukan untuk melewati waktu dengan cepat, dia
akan memilih untuk tidur saja. Biar ucapan dan doa itu terucap manis di dalam
hati. Tak perlu orang lain tahu.
Setahun yang lalu, Kania sibuk
membuat kue ulang tahun sendiri dengan peralatan memasak seadanya dan hasil kue
yang ala kadarnya. Bolos kerja, sejak pagi Kania berkeliling mencari bahan
untuk hiasan kue. Tidak ada perayaan yang begitu istimewa, hanya tiup lilin
berdua lalu Albert berangkat kerja.
Dua tahun yang lalu, Kania
mengucapkan ‘Selamat Ulang Tahun’ tepat jam 12 malam di depan gerbang rumahnya
saat Albert mengantarnya pulang setelah jalan – jalan seharian bersama teman –
temannya. Siangnya, mereka melakukan ritual tiup lilin bersama meski bukan
dengan lilin ulang tahun, tapi lilin rumah. Kado yang diberikan pun biasa saja,
cenderung aneh malah. Jas hujan. Saat itu memang musim hujan, dan Albert selalu
kehujanan setiap pergi keluar rumah karena jas hujannya dipinjam teman.
Tiga tahun yang lalu, meski tidak
bersama Kania tetap merayakan ulang tahun Albert dengan membeli kue ulang tahun
dan meniup lilin sendiri. Saat itu, sama seperti saat ini, Kania bahkan tak
tahu bersama siapa Albert merayakan ulang tahunnya.
Empat tahun yang lalu, Kania
bersama teman – temannya dan teman kuliah Albert datang ke kos Albert
membangunkan dan memberikan kue ulang tahun. Sorenya, dirumah salah satu teman,
seperti anak ABG mereka bermain tepung dan berakhir dengan menceburkan diri ke
kolam renang di rumah temannya dan pulang dalam keadaan pakainan basah semua.
Lima tahun yang lalu, Kania
membelikan cupcakes 3D berjumlah empat buah bergambarkan lelaki, buku dan
secangkir kopi. Sebelum berangkat kuliah, Kania menyempatkan untuk mampir ke
kontrakan Albert demi membangunkan Albert yang masih tertidur pulas dan memberikan
kue ulang tahun. Tidak lupa kado spesial dia siapkan, kumpulan puisi Albert
untuk Kania yang dia jadikan sebuah buku.
Enam tahun yang lalu, bersama
teman – teman SMA Kania memberikan kejutan ulang tahun di rumah salah satu
teman Albert. Meski hanya dengan kue sederhana, tetapi mereka sungguh bahagia
bermain tepung, telur dan air di halaman rumah. Tak peduli berapa banyak orang
di jalanan yang menoleh heran melihat bagaimana berisiknya mereka berkejar –
kejaran dan saling berteriak tertawa.
Tujuh tahun yang lalu, Kania membuat
kue ulang tahun bersama teman – temannya di rumah. Kue yang dihiasi dengan
beberapa mainan bebek kecil diberikan oleh Kania dan teman – teman SMA nya di
alun – alun kota masih dengan menggunakan seragam sekolah. Setelah itu, Albert pun
diceburkan ke salah satu kolam air mancur berbau tidak sedap di tengah alun –
alun.
Delapan tahun yang lalu, Kania
masih malu – malu untuk membeli dan memberikan kue ulang tahun ke Albert. Hanya
sebuah jaket hodie berwarna cokelat yang diberikan. Itu pun Kania harus
keliling ke beberapa toko dengan sahabatnya untuk mencari kado yang paling
bagus untuk Albert.
Ya, kurang lebih delapan tahun
sudah Kania selalu menyiapkan sesuatu yang istimewa pada tanggal itu. Kini,
tanggal itu masih tetap istimewa. Tapi tidak untuk Kania rayakan bersama lagi.
Kania sungguh tahu, kehadirannya tidak lagi dibutuhkan di hari itu. Maka tak
ada yang bisa dia lakukan sekarang selain berpura – pura menganggap hari ini
seperti hari biasa.
Seorang perempuan kurus tinggi mengguncang
tubuh Kania, membangunkan Kania yang tertidur di depan laptop sambil duduk.
“Kania, bangun! Ayo pulang, sudah
malam. Pak Anto sudah mau kunci pintu,” teriak Ambar.
Kania bangun dari tidur. Sambil
mengusap kedua matanya Kania melirik jam dinding berwarna coklat di tengah
ruangan. Jarum pendek mengarah ke angka 9, dan jarum panjang mengarah ke angka
12. Kania dengan buru – buru mematikan laptop dan membereskan barang – barang bawaan.
Dia bergumam dalam hati, “Ternyata
masih tersisa tiga jam lagi.”
***



