Malam ini, tanpa sebab saya
merindukan Bapak. Saat mendengar suara Bapak di telfon, tanpa disadari mata
saya berkaca – kaca. Sungguh, saya merindukan beliau. Laki – laki nomor satu
dalam hidup saya. Entahlah, malam ini begitu melankoli membayangkan sosok
beliau.
Kisah ini, untuk pertama kalinya
saya gambarkan lagi di kepala setelah hampir lima tahun terakhir saya coba lupakan
dan saya anggap tak pernah terjadi..
Sudah hampir lima tahun kami
hidup terpisah. Bapak, satu – satunya laki – laki yang ada di rumah lima tahun
yang lalu terpaksa harus meninggalkan rumah dan hidup terpisah dengan saya,
Ibu, dan adik perempuan saya satu - satunya. Iya, Bapak saya lima tahun yang
lalu masuk penjara, kasus Tipikor. 31 Juli 2012, setelah ashar saat bulan Ramadhan. Saya, Ibu
dan adik saya berada di ruang keluarga sambil menonton tv saat handphone ibu
berdering. Panggilan masuk dari Bapak. Cukup satu kalimat saja yang Bapak ucapkan
saat itu mampu membuat hati kami bertiga hancur sehancur - sehancurnya. “Bu, maaf
mulai hari ini Bapak ngga bisa pulang ke rumah.”
Ibu menangis tanpa suara. Adik
saya terisak. Dan saya hanya bisa terdiam. Saya peluk Ibu dan Adik saya
berusaha untuk menenangkan meski hati saya saat itu bergemuruh hebat. Saya ajak
mereka sholat ashar. Selesai sholat, beberapa mobil berhenti tepat di halaman depan
rumah kami. Bapak turun dari salah satu mobil didampingi banyak petugas
kejaksaan dan pegawai kantornya. Ibu bergegas keluar kamar dan pecahlah tangis
kedua orangtua saya sambil berpelukan di depan orang – orang asing yang tidak
saya kenal itu. Adik saya menangis ditutupi bantal di dalam kamar. Dan saya
hanya berdiri mematung menyaksikan bagaimana tatapan sinis orang – orang asing
tersebut melihat kedua orangtua saya menangis berpelukan. Pernahkah kalian
membayangkan menyaksikan hal tersebut di depan kedua mata kalian sendiri.
Bagaimana Ibu dan Bapak saya yang menangis sedih dipandang rendah oleh orang lain
yang bahkan belum pernah saya lihat sebelumnya.
Setelah Ibu berkemas menyiapkan
baju ganti Bapak, Bapak menghampiri dan memeluk saya. Dengan suara bergetar dan
airmata yang berusaha ditahan beliau berkata, “Maafkan Bapak mengecewakan Teteh.
Tolong jaga Ibu dan Adek.” Hati saya hancur lebur. 20 tahun hidup di dunia,
tidak ada kalimat yang lebih menyedihkan dari permintaan maaf Bapak yang saya
dengar saat itu.
Bapak adalah sosok yang disegani
oleh adik – adik dan teman kantornya, tetapi begitu hangat dan konyol saat
berada di rumah. Bapak yang selalu menjaga sikap dan tidak banyak berbicara
saat berada di tengah adik – adik dan teman kantornya, tetapi selalu bertingkah
gila di depan istri dan anaknya. Bapak yang pada malam hari tiba – tiba memakai
kacamata hitam dan berjoged di depan tv saat kami sedang menonton, Bapak yang
tengah malam tiba – tiba membongkar isi kulkas dan memasakkan kami nasi goreng
campur, Bapak yang sering sekali menyanyikan lagu dengan lirik yang diganti
sesuka hati, Bapak yang jika diajak selfie selalu menampilkan pose aneh, Bapak
yang mengikat celana pendeknya yang kedodoran dengan karet, dan banyak lagi
tingkah Bapak yang hanya ditunjukkan Beliau saat berada di rumah bersama istri
dan anaknya. Sungguh, saya merindukan itu semua.
![]() |
| Kebahagiaan Saya 💕👫 |
Selama hampir lima tahun, rumah
sepi tanpa suara lawakan Bapak, suara ngorok Bapak, atau suara marah Bapak.
Tidak ada laki – laki di rumah itu. Dan saya berusaha sekuat mungkin
menggantikan sedikit peran Bapak setiap pulang ke rumah. Mengecat dinding,
memotong rumput, memanjat jendela untuk mengganti gorden, antar jemput ibu dan
adek, mengangkat barang – barang besar, atau memasang paku ditembok untuk
menggantung sesuatu. Tapi tetap tak sempurna tanpa kehadiran Bapak.
![]() |
| Salah satu pose konyol Bapak |
Beberapa moment penting dalam
hidup saya dilewati tanpa kehadiran Bapak. Salah satunya saat wisuda. Bapak
tidak bisa hadir menyaksikan langsung saya memakai toga. Bapak tidak bisa
bergabung untuk ikut foto keluarga setelah saya wisuda. Saya ingat betul saat
itu langkah saya terasa sangat berat ketika berjalan menuju Rektor untuk
menerima ijazah sarjana. Betapa saya ingin sekali Bapak mendengarkan langsung
nama saya dipanggil ke depan dan melihat langsung ke layar besar yang menyorot
wajah saya lewat kamera. Tapi hingga hari itu berakhir, saya harus tetap
bahagia dengan menerima bahwa Bapak memang tidak bisa hadir di tengah – tengah kita.
Malam ini, semua ingatan tentang
Bapak membuat mendung hati saya. Saya teringat sebuah lagu lawas berjudul AYAH
yang selalu membuat saya menangis setiap kali mendengarnya. Ayah, dengarkanlah.. aku ingin berjumpa
walau hanya dalam mimpi. Saya selalu kehilangan kata – kata setiap bertemu
beliau, bahkan saya belum pernah mengatakan bahwa saya mencintai beliau. Saya
bahkan tidak sanggup berkata bahwa Bapaklah satu – satunya laki – laki hebat
dalam hidup saya. Bahwa Bapaklah satu – satunya laki – laki yang rela
mengorbakan hidupnya demi saya. Bahwa Bapaklah satu – satunya laki – laki yang
akan selalu melindungi saya hingga akhir waktu.




0 komentar:
Posting Komentar