Tahu istilah anak muda jaman
sekarang ‘baper’? Keadaan dimana emosi kita terbawa suasana yang sedang dialami
saat itu, atau mungkin bisa disamakan juga dengan ‘terlalu diambil hati’ dan
semacamnya. Bukan, saya bukan sedang ingin membahas definisi baper. Saya tidak
terlalu berbakat mendefinisikan atau mendeskripsikan arti sesuatu. Saya hanya
sekedar ingin sharing, bahwa keadaan baper ini juga sering terjadi pada saya di malam hari
(nggak penting sih).
Sepertinya hampir beberapa minggu
belakangan ini saya memiliki gangguan tidur. Saya sering terbangun tengah malam
dalam keadaan menangis. Pipi dan hidung saya basah, pernah suatu kali dada saya
sesak seperti habis terisak dan mata saya bengkak. Padahal saya tidak bermimpi
buruk, saya juga tidak sedang memikirkan sesuatu yang menyedihkan sebelum
tidur. Satu atau dua kali mungkin masih bisa dimaklumi, ketika terlalu sering
saya rasa kondisi tersebut cukup mengganggu. Terlebih sebelumnya saya sudah
kesulitan tidur, jadi setelah bisa tertidur namun harus sering terbangun benar
– benar mengganggu waktu istirahat saya.
Lalu apa yang saya lakukan di
malam hari saat terbangun dari tidur? Apa saja. Kadang saya menonton film di
laptop sampai pagi, kadang saya mengerjakan tugas kuliah/koas, kadang saya
hanya main games di hp, kadang saya membaca buku, apa saja saya lakukan untuk
mengisi waktu hingga bisa tertidur lagi. Suatu malam, saya terbangun dari tidur
dan entah mengapa saya langsung membuka sosial media instagram. Saya nggak tahu
apa memang saat ini teman – teman atau follower saya sedang musim nikah atau
bukan, tetapi setiap buka instagram selalu lihat foto prewedding, pernikahan
atau honeymoon. Dan situasi ini lama kelamaan membuat saya ‘baper’.
Malam itu saya baper sekali.
Melihat banyaknya foto pernikahan di instagram memunculkan niat menikah yang
menggebu – gebu. Saya ingin ada yang menenangkan ketika terbangun di malam hari
dalam keadaan menangis. Saya ingin memiliki teman bercerita ketika saya
kesulitan untuk tidur. Saya ingin memiliki seseorang yang selalu mengingatkan
dan memperhatikan waktu istirahat saya. Dan banyak keinginan lainnya yang hanya
dirasakan jika saya sudah menikah.
Malam itu saya baper sekali.
Mengingat usia saya yang tidak lagi bisa dianggap remaja (menuju 25 tahun) dan
usia orangtua saya yang sudah menua (50 tahun-an), membuat saya ingin segera
menikah. Menikah, menikah dan menikah. Kata tersebut cukup membayang – bayang
di kepala saya untuk beberapa waktu, bahwa saya ingin segera menikah.
Sebenarnya, saya sempat berpikir
apakah menikah seindah itu sehingga banyak sekali (termasuk saya) yang ingin
segera menikah? Seindah foto – foto yang sering saya lihat di media sosial.
Seindah cerita teman – teman yang sudah menikah tentang bagaimana romantisnya
pasangan mereka. Seindah kata – kata bijak yang sering saya baca baik dari buku
atau dari media sosial. Karena hingga sejauh ini, saya belum pernah
membayangkan bagaimana sulitnya kehidupan setelah menikah. Sempat terlintas di
benak saya apakah karena tidak ada teman bercerita sehingga saya ingin menikah?
Tidak juga. Setelah putus mungkin saya memang merasa kehilangan tempat untuk
bercerita segala hal, tapi setidaknya jika hanya untuk bercerita hal itu masih
bisa saya atasi. Saya masih memiliki sahabat yang dapat ditelfon kapan saja
ketika saya butuh teman untuk bercerita apapun, dan begitu pun sebaliknya
ketika mereka membutuhkan saya. Saya juga masih memiliki keluarga yang selalu
memberikan perhatian kecil seperti mengingatkan untuk makan atau tidak
begadang.
Yang saya tahu menikah itu
membuat hidup lebih bahagia. Apalagi menikah berlandaskan cinta. Karena banyak
juga orang yang menikah belum berlandaskan cinta tetapi mereka tetap bahagia. Dan
bukankah bahagia adalah tujuan hidup semua orang? Termasuk saya. Maka pada
titik ini saya bertanya lagi apakah untuk bahagia setelah menikah diperlukan cinta
dulu sebelumnya? Lebih jelasnya mungkin apakah kita harus mencintai seseorang
yang akan kita nikahi terlebih dahulu agar setelah menikah bisa hidup bahagia?
Mungkin jawabannya tidak. Mengingat kenyataan yang tadi saya sebutkan bahwa
banyak yang belum mencintai saat menikah tetapi tetap bahagia setelah menikah.
Banyak pula yang baru belajar mencintai setelah menikah. And it’s not bad.
Malam itu saya baper sekali. Saya
tidak tahu apakah cinta yang membuat bahagia atau menikahlah yang membuat
bahagia. Tapi saya ingin menikah. Saya pernah mencoba mencintai terlebih dahulu
sebelum memutuskan menikah tapi tidak berakhir bahagia. Maka kali ini saya
ingin menikah terlebih dahulu lalu mencoba mencintai. Saya ingin menikah lalu
berakhir mati bahagia.

0 komentar:
Posting Komentar