Minggu, 26 Maret 2017

Berakhir Bahagia?



Tahu istilah anak muda jaman sekarang ‘baper’? Keadaan dimana emosi kita terbawa suasana yang sedang dialami saat itu, atau mungkin bisa disamakan juga dengan ‘terlalu diambil hati’ dan semacamnya. Bukan, saya bukan sedang ingin membahas definisi baper. Saya tidak terlalu berbakat mendefinisikan atau mendeskripsikan arti sesuatu. Saya hanya sekedar ingin sharing, bahwa keadaan baper ini juga sering terjadi pada saya di malam hari (nggak penting sih).
Sepertinya hampir beberapa minggu belakangan ini saya memiliki gangguan tidur. Saya sering terbangun tengah malam dalam keadaan menangis. Pipi dan hidung saya basah, pernah suatu kali dada saya sesak seperti habis terisak dan mata saya bengkak. Padahal saya tidak bermimpi buruk, saya juga tidak sedang memikirkan sesuatu yang menyedihkan sebelum tidur. Satu atau dua kali mungkin masih bisa dimaklumi, ketika terlalu sering saya rasa kondisi tersebut cukup mengganggu. Terlebih sebelumnya saya sudah kesulitan tidur, jadi setelah bisa tertidur namun harus sering terbangun benar – benar mengganggu waktu istirahat saya.
Lalu apa yang saya lakukan di malam hari saat terbangun dari tidur? Apa saja. Kadang saya menonton film di laptop sampai pagi, kadang saya mengerjakan tugas kuliah/koas, kadang saya hanya main games di hp, kadang saya membaca buku, apa saja saya lakukan untuk mengisi waktu hingga bisa tertidur lagi. Suatu malam, saya terbangun dari tidur dan entah mengapa saya langsung membuka sosial media instagram. Saya nggak tahu apa memang saat ini teman – teman atau follower saya sedang musim nikah atau bukan, tetapi setiap buka instagram selalu lihat foto prewedding, pernikahan atau honeymoon. Dan situasi ini lama kelamaan membuat saya ‘baper’.
Malam itu saya baper sekali. Melihat banyaknya foto pernikahan di instagram memunculkan niat menikah yang menggebu – gebu. Saya ingin ada yang menenangkan ketika terbangun di malam hari dalam keadaan menangis. Saya ingin memiliki teman bercerita ketika saya kesulitan untuk tidur. Saya ingin memiliki seseorang yang selalu mengingatkan dan memperhatikan waktu istirahat saya. Dan banyak keinginan lainnya yang hanya dirasakan jika saya sudah menikah.
Malam itu saya baper sekali. Mengingat usia saya yang tidak lagi bisa dianggap remaja (menuju 25 tahun) dan usia orangtua saya yang sudah menua (50 tahun-an), membuat saya ingin segera menikah. Menikah, menikah dan menikah. Kata tersebut cukup membayang – bayang di kepala saya untuk beberapa waktu, bahwa saya ingin segera menikah.
Sebenarnya, saya sempat berpikir apakah menikah seindah itu sehingga banyak sekali (termasuk saya) yang ingin segera menikah? Seindah foto – foto yang sering saya lihat di media sosial. Seindah cerita teman – teman yang sudah menikah tentang bagaimana romantisnya pasangan mereka. Seindah kata – kata bijak yang sering saya baca baik dari buku atau dari media sosial. Karena hingga sejauh ini, saya belum pernah membayangkan bagaimana sulitnya kehidupan setelah menikah. Sempat terlintas di benak saya apakah karena tidak ada teman bercerita sehingga saya ingin menikah? Tidak juga. Setelah putus mungkin saya memang merasa kehilangan tempat untuk bercerita segala hal, tapi setidaknya jika hanya untuk bercerita hal itu masih bisa saya atasi. Saya masih memiliki sahabat yang dapat ditelfon kapan saja ketika saya butuh teman untuk bercerita apapun, dan begitu pun sebaliknya ketika mereka membutuhkan saya. Saya juga masih memiliki keluarga yang selalu memberikan perhatian kecil seperti mengingatkan untuk makan atau tidak begadang.
Yang saya tahu menikah itu membuat hidup lebih bahagia. Apalagi menikah berlandaskan cinta. Karena banyak juga orang yang menikah belum berlandaskan cinta tetapi mereka tetap bahagia. Dan bukankah bahagia adalah tujuan hidup semua orang? Termasuk saya. Maka pada titik ini saya bertanya lagi apakah untuk bahagia setelah menikah diperlukan cinta dulu sebelumnya? Lebih jelasnya mungkin apakah kita harus mencintai seseorang yang akan kita nikahi terlebih dahulu agar setelah menikah bisa hidup bahagia? Mungkin jawabannya tidak. Mengingat kenyataan yang tadi saya sebutkan bahwa banyak yang belum mencintai saat menikah tetapi tetap bahagia setelah menikah. Banyak pula yang baru belajar mencintai setelah menikah. And it’s not bad.
Malam itu saya baper sekali. Saya tidak tahu apakah cinta yang membuat bahagia atau menikahlah yang membuat bahagia. Tapi saya ingin menikah. Saya pernah mencoba mencintai terlebih dahulu sebelum memutuskan menikah tapi tidak berakhir bahagia. Maka kali ini saya ingin menikah terlebih dahulu lalu mencoba mencintai. Saya ingin menikah lalu berakhir mati bahagia.

0 komentar:

Posting Komentar

 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog