Beberapa waktu lalu saya pernah
memposting sebuah kutipan ayat Alquran dari surat Ibrahim di sosial media
Instagram yang artinya: Jika kamu bersyukur, maka akan Kutambahkan nikmatmu.
Kenyataannya kita seringkali lupa untuk bersyukur atas apa yang kita miliki
sekarang. Kita terlalu sibuk merenungi apa yang belum kita dapatkan hari ini
daripada menikmati apa yang sudah kita dapatkan hari ini.
Kali ini, saya akan bercerita
tentang bagaimana bersyukurnya saya memiliki sahabat – sahabat yang hebat. Saya
bukan tipe orang yang aktif bersosial, yang memiliki banyak teman dimana –
mana. Mungkin dalam hal ini saya termasuk orang yang cukup tertutup. Tapi saya
juga bukan tipe orang yang social phobia, yang benar – benar tidak membuka diri
untuk lingkungan baru. Tidak separah itu.
Teman dekat saya mungkin bisa
dihitung oleh jari, dari SMP SMA hingga kuliah. Selama SMP dan SMA teman dekat
saya hanya beberapa yang masih dekat dengan saya hingga saat ini. Arin, Riska,
Vivin, Tungau, mungkin hanya mereka yang hingga saat ini selalu jadi teman
terdekat yang tahu kabar terbaru tentang saya meskipun kita sangat jarang
bertemu karena jarak membuat kita berjauhan semua. Selama kuliah, teman dekat
saya hanya empat orang; Sisil, Damalia, Fika dan Idha. Hampir bertemu setiap
hari, mereka tahu apa saja yang terjadi pada saya. Bersyukurnya saya karena
mereka semua adalah teman – teman yang selalu jujur dan mengingatkan saya dalam
kebaikan.
Saya pernah sedikit kesal ketika
ada yang menjelekkan saya misalnya dengan mengatakan bagian tubuh saya jelek
atau penampilan saya alay. Lalu saya tanya ke Vivin dan Arin, “Memang cantik
siapa antara aku dan dia?” dan Vivin menjawab “Teh, hidung dia lebih kelihatan
sih dari kamu. Dan kamu memang kadang alay” Arin menjawab “Aku ga bilang kamu
lebih cantik yaa. Itu relatif. Kalau kamu lagi suka sama seseorang, pasti dia
akan terlihat cantik. Tapi kalau kamu lagi ngga suka sama seseorang, mau
secantik apapun pasti terlihat jelek.” Alhamdulillah mereka nggak ngomporin
saya dengan bilang “Ya kamu lah yang cantik.” Mereka membuat saya berpikir dan
introspeksi dengan kejujuran mereka yang mungkin orang lain berpikir ‘Temenan
kok gitu? Ngga ngebelain’. Mereka ini mungkin hampir jarang bicara yang manis –
manis ke saya.
Misalnya lagi saat mereka tahu
banyak hal yang seolah menyudutkan saya entah lewat status atau apapun dan saya
ingin sekali membalasnya, mereka dengan tegas menentang saya. Arin sempat
bilang “Kamu jangan nangis ya, aku tonjok kamu kalau nangis karena hal kayak
gitu.” dan Vivin bilang “Jangan ikut – ikutan bales hal kayak gitu ya apalagi
lewat status, jangan kayak anak kecil. Sadar umur.” Mungkin terlihat kasar,
tapi mereka sungguh tulus memikirkan kebaikan saya.
Riska, yang paling kalem dari
semua teman dekat saya. Setiap ada masalah dia selalu mengingatkan saya untuk
selalu berprasangka baik terhadap semuanya. “Teteh banyakin dzikir aja,
Insyaallah selalu ada jalan keluar yang baik untuk kita.” Sifat keibuan dia
dari dulu memang selalu menenangkan, dia bahkan tidak pernah berbicara dengan
emosi yang meluap – luap.
Tungau, teman dekat cowok saya
satu ini juga sama blak – blakannya. Dia sering bilang “Apa sih bagusnya kamu
ini? Pendek, pesek, hitam, haduh.” Dia memang terkadang menyebalkan karena
terlalu jujur, tapi juga terkadang bisa dewasa pada saat tertentu. Saya bisa
menelpon dia hanya untuk menangis berjam – jam saja dan dia hanya diam. Setelah
tangis saya cukup reda barulah di bicara. Dia selalu bilang “Jangan mati.
Maafkan, karena kita semua manusia. Manusia selalu membuat kesalahan. Maafkan
diri kamu sendiri dan maafkan orang lain.” Iya, memang kita semua manusia yang
selalu berbuat salah. Jika Allah saja mampu memaafkan kita, mengapa kita tidak
mampu memaafkan juga?
Teman – teman kuliah saya? Mereka
memang jarang berkomentar banyak, tapi setiap kali mereka berbicara saya
seringkali diam. Banyak yang saya renungkan dari perkataan mereka. Sisil, dia
adalah orang yang mengamati terlebih dahulu baru berbicara. Fika, dia adalah
wanita cuek yang blak – blakan, kalau kamu baru kenal mungkin cara bicaranya
akan terdengar sedikit jutek. Damel, dia adalah penghibur yang polos dan ceria.
Idha, dia terkadang keibuan terkadang juga bisa gila.
Contohnya, setelah putus kemarin
ketika sedang makan berempat dengan Sisil, Fika dan Damel, mereka akan bertanya
bagaimana keadaan saya saat itu. Damel yang membuka topik dengan bertanya,
“Kamu masih sedih po Gih? Kamu masih kepikiran si itu?” maka saya akan
bercerita panjang lebar dan mereka menanggapi dengan berbeda – beda. Fika akan
bilang “Udahlah Gih, ngapain sih mikirin yang ngga penting? Fokus koas kamu
aja, itu yang paling penting sekarang”. Sisil akan bilang “Gini ya Gih, kalau
kamu memang cinta sama dia kamu cukup doain dia bahagia aja sekarang dengan
siapapun orangnya. Ikhlasin. Mungkin ini memang yang paling baik untuk kalian.”
Damel lalu menanggapi “Iya Gih bener tuh kata Fika sama Sisil. Nanti kita
sekali – sekali main juga biar ngga pusing.”
Kalau Idha lain lagi. Kami
seringkali memiliki masalah yang sama di waktu yang bersamaan juga. Sehingga
yang kami lakukan seringkali saling menghibur satu sama lain, dan dijuluki ‘pasangan
galau’. Terakhir kemarin, saya meminta Idha untuk menemani saya bertemu mantan
saya dan pasangan barunya. Bukan apa – apa, saya butuh seseorang yang
setidaknya berada di samping saya ketika saya rasa saya tidak kuat. Dan Idha
selalu bilang, “Senyum gih senyum, jangan tunjukin kesedihan kamu. Kamu kuat,” Meski
harus duduk sendiri di pojok ruangan dia ternyata benar – benar menemani sampai
akhir. Beberapa kali saya pastikan ke Idha untuk jangan sampai dia menghampiri
kami hanya untuk ikut campur dan dia selalu bilang juga “Itu urusan kalian, nggak
ada hubungannya denganku. Jadi aku ngga bakal ikut campur. Aku disini buat nemenin
biar kamu tahu kamu nggak sendiri. Jangan sedih,”
Sahabat saya, mereka tahu apa
yang harus mereka lakukan sesuai dengan porsi mereka. Sahabat saya, mereka
tidak pernah mengajarkan saya untuk membenci atau mencari keburukan orang lain.
Sahabat saya, mereka selalu mengingatkan saya untuk melakukan hal – hal baik
dan tetap bertahan dalam keadaan apapun. Sahabat saya, mereka jujur meski
kadang kejujuran mereka terasa menyebalkan.
Alhamdulillah, saya memiliki
sahabat yang luar biasa meski tak banyak. How lucky I am to have you all. Wherever
we live one day, we are never far apart because you all always have a special
space in my heart. I wish we will be bestfriends till Jannah.


0 komentar:
Posting Komentar